Listrik Indonesia | Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan CEO Masdar Mohamed Jameel Al Ramahi secara formal bertukar dokumen nota kesepahaman di istana kepresidenan Uni Emirat Arab di Abu Dhabi (4/11) yang disaksikan oleh putra mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Pertamina Power Indonesia sebagai subholding Power & New Renewable Energy (Pertamina NRE) dan Masdar telah menandatangani nota kesepahaman untuk penjajakan bersama pengembangan PLTS terapung dan di atas tanah (ground-mounted) serta solusi energi bersih di Indonesia. Penandatanganan tersebut juga dihadiri oleh sejumlah menteri Republik Indonesia, yaitu Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri BUMN, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Perdagangan.
“Pemerintah Indonesia memiliki peta jalan transisi energi untuk Indonesia yang tertuang dalam Grand Strategi Energi Nasional, dimana bauran energi mencapai 23 persen di tahun 2025 untuk EBT, dan akan mencapai 31 persen di tahun 2050. Dengan peta jalan tersebut, kami percaya bahwa sektor energi dapat menurunkan emisi sebesar 314 juta ton CO2. Pertamina sebagai BUMN energi terbesar di Indonesia memiliki komitmen tinggi untuk mendukung target pemerintah. Beberapa inisiatif pengembangan EBT Pertamina untuk mendukung target tersebut antara lain meningkatkan kapasitas terpasang panas bumi yang dioperasikan sendiri menjadi 1.128 MW pada tahun 2026, pengembangan pembangkit listrik tenaga surya dan angin, serta green dan blue hydrogen,” ungkap Nicke.
Nicke melanjutkan bahwa kolaborasi sangat penting dalam upaya mempercepat transisi energi. Kerja sama strategis antara Pertamina NRE dengan Masdar ini akan berpotensi mendorong percepatan transisi energi.
Masdar merupakan perusahaan yang berbasis di Abu Dhabi dan anak usaha dari Mubadala Investment Company, perusahaan nasional Abu Dhabi. Bisnis Masdar fokus pada energi terbarukan. Saat ini Masdar aktif beroperasi di 30 negara, seperti UAE, Amerika Serikat, Australia, India, Indonesia, dan lain-lain.
“Perjanjian ini menunjukkan komitmen mendalam dari Masdar untuk mendukung transisi energi di Indonesia dan mencapai target net zero emission. Kami berharap dapat hadir di Indonesia dan mendukung pembangunan ekonominya. Dengan berkomitmen pada climate action, Indonesia akan dapat menuai manfaat ekonomi dan sosial serta mewujudkan masa depan yang berkelanjutan bagi masyarakatnya dan planet ini,” tutur Mohamed.
Indonesia memiliki potensi EBT yang melimpah, yaitu mencapai lebih dari 400 GW dan baru dimanfaatkan sebesar 10 GW atau 2,5 persennya. Untuk panas bumi saja potensinya mencapai 24 GW dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Saat ini kapasitas terpasang panas bumi yang dioperasikan oleh Pertamina Geothermal Energy (PGE) mencapai 672 MW dan ditargetkan akan mencapai 1.128 MW pada tahun 2026. Dari bisnis panas bumi, saat ini Pertamina juga tengah melakukan studi untuk pengembangan green hydrogen dengan pilot project di wilayah kerja Ulubelu, Sumatra Selatan. Diproyeksikan potensi produksi green hydrogen mencapai 8.600 kilogram per hari dari seluruh wilayah kerja panas bumi Pertamina.
Dengan potensi EBT yang sangat besar di Indonesia, Pertamina berharap dapat menjadi mitra utama pemerintah dalam mengawal transisi energi. Pertamina juga berkomitmen penuh untuk mendukung terwujudnya keberlanjutan di Indonesia melalui aspek environmental, social, dan governance (ESG) yang terintegrasi dalam bisnisnya. (TS)