AGENDA NEWS
Trending

Engie Siap Jadi Pemimpin Transisi Energi

Engie Siap Jadi Pemimpin Transisi Energi

Listrik Indonesia | Engie perusahaan utilitas listrik multinasional Prancis yang berkantor pusat di La Défense, Courbevoie, melepas 40,5% saham di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton pada Desember 2016. Apa alasan Engie harus menjual aset bernilai itu?

Ternyata sejak 2015, Engie sudah berkomitmen untuk meninggalkan jejak karbon. Sehingga harus melepas aset yang memberikan kontribusi besar terhadap emisi karbon, seperti PLTU. Kanaka Arifcandang Winoto, Senior Business Developer Engie Indonesia pernah menanyakan langsung hal itu kepada Direktur SDM Engie Paula Vezzaro saat dia berkunjung ke Indonesia pada 2016,  ketika sedang menyiapkan pelepasan saham PLTU Paiton.  Pada saat itu, Paula menjelaskan komitmen Engie untuk meninggalkan seluruh fossil fuel dan berkomitmen untuk investasi dienergi bersih dan rendah karbon.

Secara perlahan komitmen Engie Indonesia mulai terlihat.  Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Muara Laboh Stage I berkapasitas 85 megawatt (MW) yang berlokasi di Solok, Sumatera Barat telah beroperasi secara komersial (commercial operate date/COD) sejak Desember 2019.  Engie memiliki 35% saham di PLTP itu, sedangkan Sumitomo 35%, dan Supreme Energy 30%. Tidak berhenti di situ, Engie dan Supreme juga mengembangkan PLTP Rantau Dedap Stage I berkapasitas 86 MW di Muara Enim, Sumatera Selatan.

Kali ini, Engie Indonesia dan Supreme Energy menggandeng Marubeni Corp. untuk mengembangkan PLTP yang seharusnya COD pada akhir tahun ini. Tidak berhenti di Muara Laboh dan Rantau Dedap, Engie Indonesia melanjutkan perjalanan ke Lampung untuk mengembangkan PLTP Rajabasa berkapasitas 2x110 MW.

Dia menilai bahwa 3 wilayah kerja panas bumi yang dikembangkan oleh Engie sudah cukup besar dengan investasi total mencapai US$1,5 miliar, sehingga Engie akan fokus ke 3 aset geothermal tersebut.

Bahkan, Engie akan melakukan ekspansi PLTP Muara Laboh Stage 2. Tidak hanya di geothermal, Engie juga masuk ke energi baru dan terbarukan jenis lainnya seperti hidro, angin, surya. Selain itu juga biogas, serta pengembangan energi masa depan, yaitu hidrogen.

Menurutnya, Engie Indonesia sedang mengkaji beberapa pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau solar photovoltaic (Solar PV)) atau pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

“Kami sedang mengembangkan beberapa jenis pembangkit energi terbarukan lainnya. Engie memiliki kebijakan di seluruh anak Usahanya di dunia untuk menutup PLTU. Selama 2015-2019, Engie telah melepas aset PLTU dengan total kapasitas 10.800 MW di seluruh dunia, termasuk PLTU Paiton di Indonesia,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Selain itu, Engie telah menurunkan jejak karbon hingga 50% hingga 2018."Walaupun Engie adalah salah satu IPP independent power producer/pengembang listrik swasta terbesar di dunia, tetapi kami lebih memposisikan diri kami sebagai Energy Transition Company perusahaan transisi energi.

Kami hanya boleh investasi di green energy atau project-project yang bertujuan menurunkan jejak karbon.” Tuturnya.

Dia menyampaikan langkah tersebut dilakukan, bahwa ada kaitan antara Paris Agreement pada 2015 yang digelar di Paris, Prancis dengan komitmen Engie menjadi perusahaan yang terus melakukan transisi energi. 23,5 % Engie dimiliki oleh Pemerintah Prancis.

"Sekarang mulai berkembang Sosok Engie sebagai energy transition company. Untuk mempercepat energy transisi kami berfokus dengan 3D (Decarbonize, Decentralize and Digitalization dan juga 3P [planet, people, prosperity), bagaimana investasi ramah lingkungan, bermanfaat pada komunitas dan tentunya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan perusahaan," pungkasnya. (Cr)


Related Articles

0 Komentar

Berikan komentar anda

Back to top button