Trending

Indonesia Belum Membangun Ekosistem Kendaraan Listrik Secara Terencana

Indonesia Belum Membangun Ekosistem Kendaraan Listrik Secara Terencana
Dok. istimewa

Listrik Indonesia | Idoan Marciano, Penulis Kajian Mengembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia: Pelajaran dari Pengalaman Amerika Serikat, Norwegia, dan Cina menjelaskan alasan IESR memilih ketiga negara itu sebagai best practices yang bisa ditiru oleh Indonesia. Terbukti, negara yang mencatatkan adopsi kendaraan listrik tertinggi (2019) adalah Cina (3,4 juta unit) dan Amerika Serikat (1,5 juta unit), sedangkan negara dengan pangsa pasar kendaraan listrik terbesar di negaranya di dunia adalah Norwegia (lebih besar dari 50 persen).

 

IESR memandang bahwa ekosistem kendaraan listrik di Indonesia belum terbangun dengan baik. Adapun ekosistem yang dimaksud dalam studi ini mencakup beberapa aspek, yaitu: (a)  insentif dan kebijakan pendukung dari pemerintah, (b) infrastruktur pengisian daya; (c) model dan pasokan kendaraan listrik; (d) kesadaran dan penerimaan publik; (e) rantai pasokan baterai dan komponen kendaraan listrik.

 

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian menargetkan jumlah kendaraan listrik mencapai 20% dari total produksi kendaraan di tahun 2025 (400.000 kendaraan beroda empat Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) dan 1.760.000 kendaraan listrik beroda dua). Namun, hingga bulan Agustus 2020 tercatat baru ada sekitar 2.279 kendaraan listrik yang sudah layak jalan.

 

“Untuk motor listrik, sebanyak 1.947 unit, belum mencerminkan jumlah adopsi setelah Indonesia meluncurkan program akselerasi pengembangan kendaraan listrik karena angka tersebut masih menggambarkan kendaraan listrik berperforma rendah, sudah ada dari tahun sebelumnya,” imbuh Idoan.

 

Agar realisasi target terpenuhi, IESR mendorong agar pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan fiskal sehingga membuat harga kendaraan listrik lebih kompetitif. Berkaca dari pengalaman ketiga negara tersebut, insentif dapat berupa pembebasan PPN, pajak registrasi, bea impor serta pemberian subsidi. Sementara saat ini total insentif yang diberikan pemerintah Indonesia hanya mampu mengurangi sekitar 40 persen dari harga awal kendaraan listrik yang masuk ke Indonesia.

 

Tidak kalah penting adalah pemberian insentif non-fiskal yang sesuai dengan kebutuhan pengguna seperti kemudahan mendapatkan plat nomor (registrasi) yang dinilai sangat menambah daya tarik kendaraan listrik di Cina, pemberian akses ke jalur berpenumpang banyak (high occupancy vehicle) di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, dan pemberian akses jalur bus di Norwegia.

 

“Saat ini Indonesia belum mempunyai aturan pembatasan penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil, dibandingkan negara pembanding yg sudah menargetkan 100 persen EV di 5-20 tahun kedepan,” tukas Idoan.

 

Selain itu, dari sisi pasokan, pemerintah perlu pula meningkatkan kuantitas dan ketersediaan beragam model kendaraan listrik dengan memberikan kebijakan yang mendorong produsen untuk memproduksi lebih banyak kendaraan listrik, seperti dengan penetapan standar efisiensi bahan bakar pada tahap awal dan penggunaan mekanisme kredit kendaraan listrik saat pasar sudah semakin berkembang seperti yang diterapkan di Cina dan California.

 

Dalam mendukung terciptanya industri kendaraan listrik domestik, pemerintah dapat belajar dari Cina dengan memberikan insentif khusus bagi produsen lokal dan menggunakan pengadaan umum sebagai alat untuk menggenjot volume produksi kendaraan listrik buatan lokal sehingga mempercepat terjadinya economies of scale. 

 

Pembangunan dan perluasan jaringan SPKLU dan SPBKLU, serta penyiapan infrastruktur home charging diperlukan untuk menunjang adopsi kendaraan listrik. Rasio kendaraan listrik terhadap SPKLU pada tahun 2019 di Cina paling masif yakni rasio 6,5:1. Rasio tersebut menggambarkan negara-negara dengan tingkat pengembangan kendaraan listrik yang lebih matang. Sementara Indonesia bila mengikuti peta jalan yang dikeluarkan PLN, hanya akan mencapai sekitar 70:1. (TS)
 


Related Articles

0 Komentar

Berikan komentar anda

Back to top button