
"Realisasi rendahnya investasi di sektor ketenagalistrikkan penyebabnya masih daerah. Banyak daerah yang belum siap, sehingga melambat," paparnya (22/08).
Berdasarkan laporan dari anggotanya, banyak Independent Power Producer (IPP) atau produsen listrik swasta terkendala pembebasan lahan, kendala hutan lindung, serta banyak daerah yang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) belum jelas. Menurutnya Pemerintah Pusat juga tidak bisa memberi izin kalau RTRW-nya belum jelas.
APLSI menilai, pemerintah pusat sudah tepat meluncurkan Sistem Online Single Submission (OSS) yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik, sehingga perizinan semakin mempermudah pengembang. Pengembang juga tidak perlu ke daerah untuk memperoleh izin lokasi.
"Tapi izin-izin itu tidak diberikan kalau RTRW-nya tidak jelas di daerah. Apalagi bila berhadapan dengan hutan lindung," bebernya.
Kendati demikian, tidak hanya itu, maaih terdapat kendala lainnya, yakni izin investasi pembangkit di hutan lindung hanya 10 Megawatt (MW) dengan luas lahan maksimal hanya 10 hektare.
"Investasinya besar, membuka lahan baru. Tapi produksi kecil, hanya 10 MW, tidak feasible secara bisnis," jelasnya.
Untuk itu, APLSI menegaskan, kendala investasi kelistrikan terbesar saat ini berada di daerah. Eksekusinya kan di daerah, walaupun sudah ada OSS. Pihaknya belum melihat adanya Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) bisa mampu selesaikan persoalan daerah.
Meski begitu, terdapat sejumlah kepala daerah yang punya visi yang baik dan banyak membantu kelancaran investasi pengembang di daerahnya. "Kalau pas ketemu kepala daerah yang baik dan punya visi, ya dia bantu. Semua lancar. Masalahnya kan tidak semua begitu," ungkap Rizal.
Sebelumnya, Jisman Hutajulu, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM mengatakan bahwa rendahnya investasi sektor kelistrikan pada semester pertama tersebut disebabkan oleh pelaporan investasi belum diterima sepenuhnya oleh Kementerian ESDM.
Banyak pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) yang belum melaporkan realisasi investasi. "Ini (realisasi investasi) baru dari PT PLN (Persero), sedangkan di luar PLN banyak yang melakukan investasi. Saya menyurati supaya mereka melaporkan," ungkap Jisman..
Jiaman menuturkan, upaya pemerintah (Kementerian ESDM) dalam menggenjot investasi proyek listrik yakni dengan melakukan pemangkasan regulasi guna mempercepat dan mempermudah proses perizinan. Sementara, di sisi lain, lanjutnya, tarif listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) yang berlaku saat ini juga dinilai cukup menarik bagi investor. Ia optimistis target investasi tahun ini dapat tercapai.
Target investasi di sektor ketenagalistrikan tersebut sebelumnya sempat direvisi dari target awal yakni sebesar US$24,88 miliar. "Investasi pembangkit dari IPP senilai US$14 miliar, sedangkan sisanya US$10.88 miliar merupakan komitmen investasi dari PT PLN. Revisi target terjadi lantaran banyak proyek ketenagalistrikan yang target pengoperasiannya bergeser ke tahun-tahun selanjutnya," terangnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, progres program kelistrikan Nasional ini (35.000 MW) yang sedang dalam tahap kontruksi mencapai 47% atau sebesar 16.523 MW. Proyek yang sudah terkontrak atau tahap perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) dan belum konstruksi sudah mencapai 13.481 MW atau 38%. Lalu, terdapat penambahan PPA sebesar 755 MW dari realisasi tahun lalu yang sebesar 12.726 MW. (RG)
0 Komentar
Berikan komentar anda