Trending

Ketersediaan Critical Material, Jadi Kunci Geliat Industri Baterai Nasional

Ketersediaan Critical Material, Jadi Kunci Geliat Industri Baterai Nasional
Dok. Lembaga Kajian Nawacita (LKN)

Listrik Indonesia | Dalam rangka mendukung upaya ground breaking pembangunan pabrik baterai di Indonesia yang dilakukan Presiden Jokowi, Lembaga Kajian Nawacita (LKN) menyelenggarakan acara Dialog Nasional Nawacita dengan tema “Penyediaan Sumber Critical Material (CM’s) untuk Mendukung Industri Baterai Nasional”.

Acara ini digagas oleh Komite Karbon Baru dan Material Maju-Lembaga Kajian Nawacita (KBMM-LKN) sebagai tema bahasan penyiapan daya dukung sumber mineral atau critical raw materials (CMs), yang merupakan material yang sangat esensial untuk menjaga ketahanan industri dan ekonomi dengan menyiapkan rantai pasoknya dan melayani fungsi penting dalam manufaktur suatu produk industri yang berkelanjutan di Indonesia.

Tujuan dialog ini diharapkan sebagai menghasilkan jembatan sinergitas kebijakan, yang memberikan solusi masa depan cadangan CMs dan sekaligus mempersiapkan skenario jangka panjang industri baterai nasional. Selain itu akan menjadi jaminan inti pengembangan industri baru secara jangka panjang pada tahun mendatang, serta harus menjadi pijakan yang kuat kebijakan terkait cadangan dan implementasi pengembangan bahan baku yang didukung berdirinya industri yang utuh dari hulu ke hilirnya.

Bangun Komunitas Pentahelix

Dalam sambutannya, Ketua Umum LKN Ir. Samsulhadi, menyampaikan pentingnya dialog ini dilaksanakan pada waktu yang tepat setelah groundbreaking sehari sebelumnya. “LKN yang beranggotakan dari berbagai SDM Unggul di Indonesia dalam berbagai keahlian, di berbagai Lembaga Riset dan Universitas, Industri serta Masyarakat dan Media (Komunitas Pentahelix), terus berupaya untuk mempersiapkan dan mendukung era masa depan yang mau tidak mau akan kita hadapi,” jelas Samsulhadi.

Lanjut dia, upaya tersebut diantaranya melalui sinergi kegiatan dalam bentuk dialog nasional ini dengan bahasan utama terkait rencana: Langkah percepatan implementasi industri baterai nasional yang didukung penyediaan material kritisnya melalui kebijakan cadangan material kritis, kebijakan ekspor industri hilir, perkembangan teknologi masa depan terkait penyiapannya untuk industri yang mendukung program tersebut, serta bagaimana langkah kedepan dukungan hasil inovasi dapat menjadi motor pengembangan ekonomi.

“Langkah aksi akan disiapkan sebagai bahan masukan pemerintah untuk menjaga pasca peresmian industri baterei tersebut dapat berjalan secara berkelanjutan agar kesejahteraan masyarakat Indonesia segera terwujud,” ucap dia.

Dukungan Regulator

Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Prof.Dr.Ir. Irwandy Arif M.Sc., menyampaikan 3 (tiga) pokok bahasan yaitu: Kebijakan terkait penyediaan mineral dan batubara untuk mendukung industri, potensi mineral dan sumber material kritis untuk industri baterei dan upaya litbang ESDM terkait industri baterai nasional. “Kebijakan yang sudah ada dalam Undang-Undang No.3 Tahun 2020 memang tidak secara eksplisit menyebut penyediaan material kritis, tetapi tersebut untuk pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri serta penyediaan rantai pasok mineral dalam rangka penyediaan dan pengembangan industri dalam negeri,” ujar Irwandy.

Menurut Irwandy, mineral kritis di setiap negara berbeda sehingga perlu diadakan kajian mengenai mineral-mineral apa saja yang menjadi kebutuhan untuk kemajuan industri, khususnya industri baterei di dalam negeri. Selain itu, potensi keterdapatan mineral kritis di Indonesia khusus untuk bahan baku baterei dapat dipertimbangkan dan perlu adanya dukungan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam mengembangkan teknologi ekstraksi mineral-mineral kritis tersebut.

Potensi Pasar Baterai

Sementara itu, Adhietya Saputra, mewakili CEO Indonesia Battery Corporation (IBC) dalam webinar ini banyak menjelaskan tentang potensi pasar global baterai kedepan untuk kendaraan bermotor Electric Vehicles/EV), alat-alat rumah tangga dan penyimpan stationer (Energy Storage System/ESS)yang sangat besar dengan volume total pasar pada tahun 2030 mencapai 1.661 GWh,.

Sementara itu, proyeksi demand di Indonesia mencapai untuk EV-Battery dan ESS pada tahun 2030 akan mencapai 13,9 GWh dan akan meningkat 43,3 GWh pada tahun 2035 dan lebih optimis bisa mencapai 55.5 GWh. Adanya pembangunan industri baterei di Indonesia diharapkan pada tahun 2035 tersebut dapat menjual baterai untuk motor (Electric Motor Cycle/EMC) dengan tingkat penetrasi 40-50% dan untuk mobil penumpang tingkat penetrasinya 14-20%, serta akan menjadi 2 (dua) teratas untuk pemasok impor EV di Asia Tenggara dengan pangsa pasar sekitar 35%.

“Hal lain yang menjadi perhatian IBC adalah posisi pasokan komuditas global untuk bahan baku baterei khususnya Lithium (Li), Cobalt (Co), Graphite (g), Nickel(Ni), an Manganese (Mn) masih sangat tergantung dari luar kecuali Ni dan Mn yang hanya kurang dari 2% untuk digunakan di industri baterai,” jelas Adhietya.

Di akhir presentasinya, dia menyatakan, diperlukan perhatian semua pemangku kepentingan disamping terkait regulasi, keekonomian, investasi, teknologi dan lebih penting perubahan mindset masyarakat untuk komitment Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca melalui melalui penggunaan kendaraan EV.

Selain itu, kebijakan dan proyeksi ekonomi yang didukung pengembangan industri baterei Indonesia masa depan, selanjutnya Dr.-Ing. Pudji Untoro mewakili Komite KBMM-LKN menyampaikan hasil kajiannya baik kebijakan sumber CM’syang belum menjadi perhatian. Aapalagi secara global sudah menjadi kebijakan beberapa negara maupun penyiapan sebagai cadangan strategis CM’stersebut yang akan dikembangkan saat ini dan masa yang akan datang untuk pasokan berkelanjutan industrinya.

Industri masa depan harus disiapkan dengan langkah terintegrasi semua pemangku kepentingan untuk menghadapi perkembangan global tersebut menuju ekonomi sirkular yang menjadi landasan kekuatan dasar kemandiriannya melalui dukungan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia yang Unggul (SDM Unggul) yang menguasai produk hasil riset dan inovasi.

Selain itu, belum disiapkan program untuk penguatan bahan baku industri terkait CM’s yang bersumber dari material tambang dalam negeri, sehingga untuk memenuhi kebutuhan industri yang mempunyai TKDN tinggi masih belum memberikan jaminan keberlanjutannya.

Dari hasil simulasi ditunjukkan material/mineral terkait Co, Li dan LTJ sudah sangat kritis untuk jadi perhatian terkait keberlanjutan supply dan cadangan yang disimpan. Sedangkan untuk Ni bila tidak diekspor, dan hanya digunakan untuk mensupply industri baterei IBC masih sangat aman. Oleh karena itu perlu disiapkan langkah program dan kebijakan terkait CMsyang harus mendukung implementasi jangka panjang dan dapat dinikmati secara berkelanjutan serta akan berimpak kepada kemajuan NKRI di masa yang akan datang.

Akselerasi Kendaraan Listrik

Ir.I Made Dana Tangkas M.Si, IPU, ASEAN Eng., sebagai President Institut Otomotif Indonesia dan berpengalaman langsung terkait kendaraan bermotor di Indonesia dan Asean menekankan pentingnya akselerasi pengembangan kendaraan listrik nasional dengan dukungan penuh pemerintah termasuk infrastruktur pendukungnya.

Dalam Perpres No.55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterei (KBLBB) untuk Transportasi Jalan. Selain persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk kendaraan roda empat sampai tahun ini mencapai 35% dan tahun berikutnyahingga mencapai 80% pada 2030, juga adanya pemberian insentif kepada investor dan pengguna kendaraan listrik misalnya, insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM), pembebasan atau pengurangan pajak pusat dan daerah, tarif parkir, bea masuk impor kendaraan berbasis baterei, insentif bea masuk bahan produksi, dan keringanan biaya pengisian listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).

Disampaikan juga, pemerintah memproyeksikan jumlah kendaraan listrik terus meningkat dari tahun ke tahun, dimulai dari 2021 dengan jumlah 2,7 juta unit hingga mencapai 7,5 juta unit pada tahun 2030, sementara kebutuhan jumlah SPKLU juga secara otomatis bertambah, dari 170 unit pada 2021 hingga 530 unit pada tahun 2030. Peta jalan pengembangan KBLBB disampaikan secara detail yang berisikan panduan penguasaan komponen utama kendaraan bermotor yang berisikan baterai, charging dan Battery Management System /BMS-nya, motor listrik serta konverter/inverter.

Pengembangan industri baterei disampaikan juga mulai industri perakitan, produksi beterei sel, pembuatan BMS, penambangan bahan baku baterei dan sampai dengan daur ulang baterei, sehingga pada akhirnya Indonesia akan memiliki industri baterei terintegrasi. Di akhir presentasinya disampaikan hasil pemetaan lembaga/institusi dalam pengembangan industri otomotif di Indonesia, sehingga diharapkan menjadi kekuatan baru ekonomi berkelanjutan yang didukung kebijakan dan pemahaman bersama dalam rangka persiapan langkah-langkah kegiatan, serta nantinya akan didukung kekuatan mandiri dalam negeri. (TS)

 


Related Articles

0 Komentar

Berikan komentar anda

Back to top button