Listrik Indonesia | Wärtsilä telah mengungkapkan bahwa sistem energi berbasis terbarukan, yang didukung oleh mesin penyeimbang jaringan dan penyimpanan energi, dapat memungkinkan negara-negara Asia Tenggara untuk mencapai nol bersih sambil levelised cost of electricity (LCOE) atau pemangkasan biaya listrik lebih dari 20%, ketika mempertimbangkan kemungkinan pajak karbon di masa depan.
Pemodelan, yang diterbitkan dalam laporan Rethinking Energy in Southeast Asia, mensimulasikan jalur menuju nol emisi bersih di tiga sistem tenaga utama Asia Tenggara: Vietnam; pulau Sulawesi di Indonesia; dan pulau Luzon di Filipina.
Studi tersebut menunjukkan bahwa kombinasi energi terbarukan ditambah fleksibilitas, yang disediakan oleh mesin penyeimbang dan penyimpanan energi, dapat diandalkan untuk memenuhi permintaan daya yang meningkat.
Di semua negara yang dimodelkan, skenario 'Net Zero' menunjukkan bahwa aset bahan bakar fosil yang tidak fleksibel, seperti coal or combined cycle gas turbines (CCGT), harus dihapuskan. Investasi baru harus fokus pada penambahan sumber energi terbarukan, peningkatan kapasitas fleksibel, dan pengembangan bahan bakar berkelanjutan seperti hidrogen hijau.
Direktur Sales Indonesia Wartsila Energy Febron Siregar mengatakan, hal itu akan memangkas biaya listrik rata-rata lebih dari 20 persen saat menghitung potensi pajak karbon di masa depan.
Dengan kebutuhan listrik Indonesia yang naik 4 persen per tahun, Wärtsilä menunjukkan bahwa sistem energi terbarukan yang didukung kapasitas fleksibel dapat menjawab tantangan tersebut tanpa menambah biaya produksi listrik.
“Hasil studi terkait jelas menunjukkan bahwa peluang mengubah kehidupan sebuah generasi dapat diraih oleh para pemangku kepentingan di sektor energi. Di Indonesia, energi terbarukan dapat ditingkatkan dengan menggunakan kapasitas fleksibel untuk mengatasi beban saat ini, sekaligus mudah memenuhi permintaan daya listrik yang meningkat, serta dekarbonisasi dengan biaya terendah," papar Febron saat jumpa media, di Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Secara keseluruhan, Wärtsilä menyusun skenario transisi energi di Indonesia pada 2060. Pertama, skenario Business As Usual yang tidak memiliki batasan emisi. Pulau Sulawesi akan melepaskan 12,5 juta ton emisi karbondioksida pada tahun tersebut yang membuat target netralitas karbon semakin sulit dicapai.
Selanjutnya, ada skenario pengurangan emisi 50-80 persen jika dibandingkan dengan skenario Business As Usual. Adapun yang terakhir adalah skenario netralitas karbon yakni sistem energi yang diproyeksikan beroperasi dengan netralitas karbon pada 2060.
"Dekarbonisasi adalah proses bertahun-tahun yang menuntut perencanaan matang, namun target Indonesia menuju ekonomi netralitas karbon dapat dilakukan jika sektor energi sigap mengambil tindakan yang diperlukan saat ini dan beberapa dekade mendatang untuk mewujudkan masa depan netralitas karbon pada tahun 2060," ujarnya.
"skenario yang dirancang Wärtsilä menggarisbawahi bahwa teknologi fleksibilitas yang meliputi penyimpanan energi dan mesin penyeimbang merupakan inovasi penting untuk membuat energi terbarukan menjadi sumber energi yang dominan,"lanjut Febron.
Salah satu dukungan Wärtsilä untuk mewujudkan nol karbon, pada dua tahun yang lalu pihaknya menandatangani kerja sama dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk membangun 128 MW pembangkit dual fuel yang menggunakan bahan bakar cair atau gas.
"Teknologi pada mesin pembangkit kami memang benar rendah karbon,"pungkas dia.
0 Komentar
Berikan komentar anda