Power Plant MEGA PROJECT Transmisi
Trending

Mencari Titik Terang Suplai Listrik Blok Rokan

Mencari Titik Terang Suplai Listrik Blok Rokan

Listrik Indonesia | Pasokan listrik menjadi kunci berjalannya proses produksi minyak di Blok Rokan, Riau. Namun, transisi Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina (Persero) masih terkendala soal pasokan listriknya.

Persoalanya ialah PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) sebagai pemasok listrik Blok Rokan saat ini tidak mau serta merta menyerahkan pembangkitnya dalam transisi ini. Mayoritas saham MCTN dimiliki oleh Chevron Standard Limited (CSL).

Dijelaskan oleh Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN (Persero) Bob Saril di cnbc channel.  PLN dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) sudah menandatangani kontrak jual beli listrik dan uap, untuk jangka pendek dan panjang.

Perjanjian dibagi menjadi dua yakni jangka pendek dan jangka panjang karena untuk membangun transmisi dari sistem Sumatera untuk memenuhi kebutuhan listrik di Blok Rokan butuh waktu setidaknya tiga tahun. Sementara untuk jangka pendek, harus menggunakan aset yang sudah ada saat ini karena produksi tidak bisa berhenti.

Ia menyampaikan terkait akuisisi pembangkit. Menurutnya ada yang tidak wajar soal harga lelang dalam pengalihan aset pembangkit listrik yang ada di Blok Rokan, Riau. Nilai aset yang ditawarkan mestinya mengacu pada harga yang wajar. Namun harga tender yang ditawarkan mencapai US$ 300 juta atau setara dengan Rp 4,2 triliun (kurs Rp 14.000/US$).

“Padahal 20 tahun lalu saja hanya sebesar US$ 190 juta atau setara Rp 2,66 triliun kurs saat ini. Selisih yang sangat jauh ini dia sebut tidak wajar,” ujarnya.

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif  IESR, Fabby Tumiwa menilai pemerintah harus turun tangan dalam proses transisi blok Rokan dari Chevron Standard Limited (CSL)ke Pertamina termasuk persoalan lelang listrik.

“Posisi Blok Rokan kan memproduksi migas sangat penting untuk memastikan kebutuhan migas RI,” ucapnya.

Lanjut ia mengatakan, persoalannya bukan kontrak yang sah. Masalahnya sekarang ini bahwa aset itu tidak masuk dalam aset yang diserahrterimakan. CSL tidak mau menyerahkan secara cuma-cuma dan lakukan bidding dengan nilai $300 juta.

“Jadi nilai ini akuisisi kalau pembangkit tersebut mau diambil alih oleh PLN. Ada banyak sih pertanyaan mengenai asal mula pembangkit ini di 1998. Ya saya tidak tahu historisnya tapi kalau jadi kasus, bisa jadi pihak-pihak yang tahu ceritanya bisa dipanggil KPK,” ujarnya dalam grup whatsapp.

 

 


Related Articles

0 Komentar

Berikan komentar anda

Back to top button