NEWS POWER TECH
Trending

Punya Segudang Bahan Nikel, Saatnya Indonesia Jadi Raja Baterai Lithium-Ion

Punya Segudang Bahan Nikel, Saatnya Indonesia Jadi Raja Baterai Lithium-Ion
Ilustrasi

Listrik Indonesia | Geliat perkembangan kendaraan listrik terus menggelinding di tingkat global, termasuk di Indonesia. Pasalnya, kendaraan berbasis baterai ini mampu mengurangi ramah lingkungan dan ketergantungan terhadap energi yang berasal dari fosil yang ketersediaannya semakin menipis.

Indonesia berupaya memainkan peran penting dalam pengembangan kendaraan listrik. Terutama di sisi komponen baterai. Peluang Indonesia menjadi produsen baterai lithium-ion terbesar di dunia memang cukup terbuka lebar.

Salah satu bahan bakunya, yaitu nikel, cukup melimpah. Negara ini memiliki cadangan komoditas tambang itu yang terbesar di dunia.

Dari data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),  tercatat total produksi nikel di dunia pada tahun lalu berada di angka 2,6 juta ton. Sementara secara global, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia dengan menghasilkan 800 ribu ton.

Puncak produksi olahan nikel terjadi pada tahun lalu. Kementerian ESDM mencatat produk olahannya mencapai hampir 2 ton. Angka ini melebihi target 860 ribu ton karena ada tambahan produksi dari pabrik pemurnian atau smelter PT Virtue Dragon di Konawe, Sulawesi Tenggara, yang menghasilkan 745 ribu ton.

Jumlah smelter nikel di Indonesia merupakan yang terbesar dibandingkan pabrik pemurnian mineral lainnya. Selain Virtue Dragon dari Tiongkok, pemilik lainnya adalah PT Aneka Tambang Tbk, PT Vale Indonesia, PT Fajar Bhakti, PT Sulawesi Mining Investment, PT Gabe, PT Cahaya Modern, PT Indoferro, PT Century Guang Ching, PT Titan, PT Bintang Timur, dan PT Megah Surya Pertiwi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan pengembangan industri baterai perlu mendapat jaminan pasokan bahan baku utamanya. Indonesia merupakan penghasil nikel dan kobalt tapi tidak memiliki lithium. “Negara terdekat yang memproduksinya adalah Australia," ujar Fabby. 

Dia menambahkan, pemerintah juga perlu menyiapkan industri kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) yang akan menyerap produksi baterai lithium. “Penyerapannya tak cukup hanya untuk kendaraan berpenumpang roda empat, tapi juga bus dan kendaraan roda dua. Jaminan permintaan pasar ini akan memberi kepastian pada sektor hulu (tambang nikel) hingga hilirnya (pabrik baterai),” tandas Fabby. (TS)


Related Articles

1 Komentar

Berikan komentar anda

Back to top button