Freeport Kejar Target Smelter Gresik di Tengah Potensi Kerugian Besar

Rabu, 19 Februari 2025 | 15:25:00 WIB
Dirut PTFI, Tony Wenas/Dok.KDR

Listrik Indonesia | Direktur Utama PT Freeport Indonesia (PTFI), Tony Wenas, mengungkapkan bahwa smelter baru yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, direncanakan akan beroperasi penuh pada Desember 2025. Pernyataan tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi XII DPR RI, Jakarta, Rabu (19/02/2025). 

Tony menjelaskan, “Kami sangat yakin dapat menyelesaikan seluruh pengerjaan pada minggu ketiga Juni, dan mulai meningkatkan produksi pada minggu keempat bulan yang sama dengan kapasitas awal sebesar 40%. Pada Agustus, kapasitas diharapkan mencapai 50%, lalu bertahap meningkat menjadi 60% pada September, 70% pada Oktober, 80% pada November, hingga mencapai 100% pada Desember.” 

Terkait insiden kebakaran sebelumnya, hasil investigasi dari kepolisian menyatakan bahwa kejadian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian pekerja. Biaya perbaikan yang mencapai USD 100 juta telah sepenuhnya ditanggung oleh asuransi. “Hasil dari investigasi kepolisian, yang juga disertai surat pernyataan resmi dari Bareskrim, menyebutkan bahwa kebakaran tersebut bukan akibat kelalaian atau kesalahan pekerja,” tambah Tony. 

Akibat insiden tersebut, saat ini kapasitas produksi konsentrat tembaga Freeport hanya mencapai 40%. Penurunan ini terjadi karena smelter yang mengalami kerusakan belum dapat beroperasi untuk menyerap konsentrat, ditambah dengan kapasitas penyimpanan (stockpile) yang telah penuh. Tony mengungkapkan bahwa sekitar 1,5 juta ton konsentrat tidak dapat dimurnikan di dalam negeri akibat terhentinya operasi smelter. 

“Dengan nilai harga saat ini, potensi kerugian bisa mencapai lebih dari USD 5 miliar. Dari jumlah tersebut, pendapatan negara yang hilang, termasuk bea keluar, royalti, dividen, dan pajak badan, diperkirakan mencapai USD 4 miliar atau sekitar Rp 65 triliun,” jelasnya. 

Rincian kerugian negara meliputi dividen sebesar USD 1,7 miliar (Rp 28 triliun), pajak sebesar USD 1,6 miliar (Rp 26 triliun), bea keluar ekspor sebesar USD 0,4 miliar (Rp 6,5 triliun), dan royalti sebesar USD 0,3 miliar (Rp 4,5 triliun). Selain itu, pendapatan daerah juga diperkirakan menurun hingga Rp 5,6 triliun pada 2025. Dampaknya antara lain: Provinsi Papua Tengah kehilangan Rp 1,3 triliun, Kabupaten Mimika Rp 2,3 triliun, dan kabupaten lain di Papua Tengah Rp 2 triliun. Freeport juga memproyeksikan potensi penurunan alokasi Dana Kemitraan untuk Program Pengembangan Masyarakat sebesar USD 60 juta atau Rp 960 miliar. 

Tony menegaskan bahwa sesuai dengan ketentuan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PTFI, ekspor konsentrat dapat dilakukan dalam keadaan kahar. Namun, diperlukan revisi regulasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengakomodasi kebijakan ekspor tersebut. “Penyesuaian ini diperlukan agar ekspor konsentrat dapat segera dilakukan dalam kondisi darurat ini,” tutupnya.(KDR)

Tags

Terkini