Listrik Indonesia | Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis untuk menghadapi potensi dampak dari kebijakan tarif dagang baru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah komoditas ekspor unggulan. Salah satu langkah utama adalah pembentukan Satuan Tugas (Satgas) khusus yang fokus pada isu ketenagakerjaan dan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, menjelaskan bahwa Satgas ini akan memetakan sektor-sektor yang paling rentan terkena dampak, seperti industri tekstil, alas kaki, dan perikanan—terutama udang. Langkah mitigasi akan disiapkan untuk mencegah gelombang PHK di sektor-sektor padat karya tersebut.
“Tim ini akan mengkaji secara mendalam apa yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan spesifik di tiap sektor. Satgas ini juga akan bertugas mengantisipasi dampak dari perang tarif yang bisa mengganggu stabilitas ketenagakerjaan,” ujar Mari saat mendampingi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam kunjungan ke Washington DC, Jumat (18/4/2025).
Selain membentuk Satgas, pemerintah juga menyiapkan paket kebijakan ekonomi untuk memperkuat daya tahan sektor industri nasional. Airlangga menyebutkan, pembahasan sedang dilakukan terkait dengan penyederhanaan proses impor, penguatan sistem perizinan berbasis OSS (Online Single Submission), serta harmonisasi kebijakan di bidang perpajakan dan kepabeanan.
“Pembahasan meliputi kemudahan perizinan impor, penyempurnaan sistem OSS, hingga reformasi layanan perpajakan dan kepabeanan. Kita juga meninjau ulang aturan kuota serta aspek sektor keuangan, termasuk mekanisme pembayaran yang menjadi perhatian pihak AS. Koordinasi intensif telah dilakukan dengan OJK dan Bank Indonesia,” jelas Airlangga.
Dalam forum pertemuan tingkat tinggi dengan pemerintah Amerika Serikat, delegasi Indonesia menegaskan pentingnya penerapan prinsip kesetaraan dalam perdagangan internasional. Pemerintah meminta agar tarif ekspor Indonesia tidak lebih tinggi dibandingkan negara-negara pesaing, khususnya dari kawasan ASEAN.
“Kami menekankan bahwa tarif ekspor Indonesia harus setara dengan negara pesaing, terutama di Asia Tenggara. Kami tidak ingin Indonesia dikenai tarif lebih tinggi tanpa alasan yang jelas,” tegas Airlangga.
Sebagai bagian dari upaya diplomasi ekonomi, Indonesia juga membuka peluang kerja sama baru di berbagai bidang, termasuk perdagangan, investasi, energi, hortikultura, dan pengelolaan mineral strategis. Pemerintah menyatakan komitmennya untuk mempermudah investasi perusahaan-perusahaan asal Amerika di tanah air.
Kedua negara juga telah menyepakati kerangka awal negosiasi bilateral yang akan dilanjutkan oleh tim teknis dari United States Trade Representative (USTR) dan Kementerian Perdagangan RI. Targetnya, proses perundingan ini dapat diselesaikan dalam waktu maksimal dua bulan.(KDR)