Listrik Indonesia | Di tengah transformasi sektor energi nasional, SKK Migas tampil sebagai garda depan dalam mewujudkan visi besar negara swasembada energi. Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D. Suryodipuro, membuka banyak hal yang tak hanya mencerminkan keseriusan lembaganya dalam reformasi internal, tapi juga bagaimana SKK Migas membaca masa depan energi Indonesia.
Hudi menjelaskan bahwa SKK Migas saat ini telah menerapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP), sebuah sistem yang dirancang untuk meminimalisasi risiko integritas dalam operasional bisnis hulu migas. “Kami punya prinsip ‘for nose’: no bribery, no luxurious hospitality, no gift, no kickbacks,” ujarnya dalam siaran wawancaranya. Rabu, (28/5/2025).
Prinsip ini menjadi panduan dalam setiap proses bisnis dan interaksi SKK Migas dengan para pemangku kepentingan, baik dari sisi pemerintah maupun para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
SKK Migas juga menjunjung tinggi akuntabilitas dengan penerapan audit berlapis baik dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun kantor akuntan publik. Laporan keuangan SKK Migas meraih predikat wajar tanpa pengecualian selama sembilan tahun berturut-turut, sebuah capaian langka bagi institusi pemerintah.
Digitalisasi untuk Efisiensi dan Transparansi
Mengikuti laju zaman, SKK Migas juga terus melakukan digitalisasi dalam proses bisnisnya. Sistem Operasi Terpadu (SOT) yang mereka miliki kini terintegrasi dengan KKKS dan dirancang untuk memantau kegiatan seperti lifting migas secara real time. Bahkan, sistem ini ke depan akan terhubung dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan untuk memperkuat kolaborasi dan transparansi lintas lembaga.
“Digitalisasi bukan cuma alat bantu, tapi juga akselerator,” kata Hudi. Ia menekankan bahwa percepatan proses bisnis adalah kunci dalam mendukung target swasembada energi nasional. Salah satu contohnya adalah percepatan proses dari penemuan gas oleh Eni di wilayah Geng North pada akhir 2023 yang POD-nya berhasil disetujui hanya dalam waktu satu tahun. SKK Migas menargetkan lapangan ini bisa onstream di 2027-2028, lebih cepat dibandingkan standar industri sebelumnya.
Teknologi sebagai Kunci Adaptasi dan Kolaborasi
Namun, percepatan bukan berarti mengabaikan aspek keberlanjutan. SKK Migas sadar, di tengah ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil, perlu ada strategi untuk menjaga keseimbangan antara produksi dan pengurangan emisi karbon. Karena itu, SKK Migas aktif mendorong inisiatif low carbon, termasuk penerapan Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS).
Dua proyek besar saat ini tengah dijalankan: CCS di proyek ekspansi Tangguh LNG dan implementasi CCS di Proyek Masela. “CCS dan CCUS bukan hanya solusi teknis, tapi juga potensi ekonomi masa depan lewat carbon trading,” jelas Hudi.
Dalam dunia yang terus berubah, teknologi menjadi jembatan untuk menjawab tantangan industri. Menurut Hudi, SKK Migas terbuka pada berbagai bentuk kerja sama, termasuk pertukaran pengetahuan dengan lembaga dan konsultan luar negeri. Bahkan, SKK Migas tak segan menjalin Memorandum of Understanding (MoU) dengan penyedia teknologi, seperti yang baru-baru ini dilakukan dengan Falcon Rich.
“Kita harus rajin mengundang, mempelajari, dan menerapkan teknologi baru,” tegasnya. Teknologi, lanjut Hudi, bisa membantu Indonesia tidak hanya meningkatkan produksi migas, tapi juga menekan jejak karbon dalam prosesnya.
Seluruh inisiatif ini berpijak pada satu hal: mendukung amanah Presiden untuk menjadikan Indonesia negara yang mandiri secara energi. “Semua percepatan, inovasi, dan transparansi ini bukan untuk kami sendiri. Ini semua untuk mendukung tujuan negara,” pungkas Hudi.