Bangun Ketahanan Energi, Ekspor Bahan Mentah Harus Dihentikan

Sabtu, 19 Juli 2025 | 11:18:18 WIB
Bijih Nikel @fahalcho

Listrik Indonesia | Pemerintah terus menegaskan komitmennya dalam memperkuat ketahanan energi nasional melalui program hilirisasi dan upaya mencapai swasembada energi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa hilirisasi memiliki peran penting, tidak hanya dalam meningkatkan nilai tambah produk, tetapi juga mendukung ketahanan energi Indonesia di masa mendatang.

"Sebagai Menteri ESDM, saya ingin menekankan bahwa pembangunan energi nasional hari ini mengusung misi besar, yaitu swasembada energi dan hilirisasi. Untuk itu, Pemerintah terus mendorong reaktivasi sumur migas idle, pembangunan infrastruktur gas, dan hilirisasi sektor minerba, serta melakukan percepatan transisi energi melalui pengembangan EBT dan inovasi teknologi," kata Bahlil dalam peresmian Migas Corner di gedung Rektorat Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya, Kamis (17/7/2025).

Bahlil juga menekankan pentingnya peran perguruan tinggi dan mahasiswa dalam mendorong terwujudnya program hilirisasi energi ini. Ia menyebut peran generasi muda sebagai agen perubahan sangat dibutuhkan dalam proses menuju kemandirian energi nasional.

"Peran kampus dan mahasiswa sangat penting dalam proses ini, karena mahasiswa adalah bagian dari agen perubahan menuju kemandirian energi dan kedaulatan sumber daya alam," ujarnya.

Lebih jauh, Bahlil menjelaskan bahwa hilirisasi bertujuan memproses bahan mentah di dalam negeri hingga menjadi produk jadi, sehingga tidak perlu lagi mengekspor bahan mentah ke luar negeri.

"Jangan lagi mengirim bahan mentah, nilai tambahnya di luar, kita cuman main ekspor material bahan baku. Kalau seperti itu apa bedanya kita dengan zaman VOC. VOC itu 390 tahun mengirim bahan baku yang membuat negara-negara lain candu terhadap sumber daya kita," tegas Bahlil.

Ia menambahkan, selama ini negara lain terus bergantung pada pasokan bahan mentah dari Indonesia untuk memenuhi kebutuhan industrinya. Oleh karena itu, Indonesia dinilai perlu menjalankan hilirisasi secara menyeluruh agar sumber daya yang dimiliki bisa dimanfaatkan optimal untuk kebutuhan dalam negeri.

Sebagai salah satu contoh keberhasilan hilirisasi, Bahlil menyebutkan pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia yang kini sudah berkembang. Nilai investasi proyek ini mencapai US$ 20 miliar dan menempatkan Indonesia sebagai produsen baterai terbesar kedua di dunia setelah China.

"Nanti bulan November ada investasi USD100 miliar atau Rp100 triliun. Sekarang kita akan membangun lagi dari China dan Korea, itu sekitar USD8 miliar yang juga menjadi salah satu yang terbesar dalam mengolah bahan baku nikel hingga menjadi cell battery. Bahkan Presiden Prabowo meminta hingga menjadi mobil listrik," tambah Bahlil.

Tags

Terkini