Listrik Indonesia | Pemerintah Kabupaten Grobogan mulai merintis langkah menuju konsep Zero Waste to Landfill melalui penerapan sistem pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular. Gagasan ini menekankan pengurangan sampah sejak dari sumbernya, memperluas praktik daur ulang, serta menekan volume residu yang masuk ke tempat pemrosesan akhir (TPA).
Komitmen tersebut ditegaskan dalam rapat koordinasi yang dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda) Grobogan, Anang Armunanto, di ruang rapat Sekda. Dalam forum itu, ia menekankan bahwa persoalan sampah bukan hal baru, namun membutuhkan penanganan yang lebih serius dan menyeluruh.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Grobogan memaparkan, sekitar 50–65 persen sampah di daerah ini berupa material organik, sementara 35–45 persen anorganik, dengan residu kurang dari 5 persen. Komposisi tersebut dinilai cukup potensial untuk dikembangkan melalui program daur ulang maupun pengolahan menggunakan teknologi tepat guna, baik di tingkat rumah tangga, komunitas, maupun kawasan.
Selain dukungan teknologi, keberhasilan program juga ditopang oleh partisipasi masyarakat. Sekda menekankan bahwa konsep Zero Waste hanya dapat terwujud melalui kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, desa, komunitas peduli lingkungan, hingga rumah tangga.
Pemerintah daerah sendiri menyiapkan regulasi, infrastruktur dasar, serta membuka peluang kemitraan dengan swasta maupun investor. Beberapa inisiatif yang mulai disiapkan antara lain bank sampah berbasis desa, pemanfaatan limbah organik menjadi kompos dan biogas, serta pengolahan plastik menjadi bahan baku industri daur ulang.
Kepala DLH Grobogan, Mokamat, menambahkan bahwa sampah seharusnya tidak lagi dipandang sebagai beban. Menurutnya, jika dikelola dengan baik, sampah justru bisa menjadi sumber daya ekonomi baru yang membuka lapangan kerja sekaligus memperkuat ekosistem ekonomi sirkular.