Target Emisi Puncak Indonesia Bergeser ke 2035, Pemerintah Siapkan Laporan ke UNFCCC

Rabu, 24 September 2025 | 17:58:52 WIB
Ilustrasi PLTB

Listrik Indonesia | Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menggeser target peak emission atau batas emisi puncak dari tahun 2030 ke 2035. Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa keputusan ini telah melalui pembahasan lintas kementerian dan segera dilaporkan ke dunia internasional melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). 

“Kalau bicara soal penurunan emisi, ada pembaruan pada dokumen NDC kita. Jadi target peak emission yang semula 2030, kini bergeser ke 2035,” ujar Eniya dalam keterangan di Jakarta, Selasa (23/9/2025). 

Sebagai catatan, Nationally Determined Contribution (NDC) adalah komitmen resmi Indonesia dalam kerangka Perjanjian Paris 2015, berisi peta jalan pengurangan emisi gas rumah kaca serta upaya adaptasi perubahan iklim. Indonesia bahkan sudah memperkuatnya menjadi *enhanced NDC (eNDC) dengan target pengurangan emisi sebesar 31,89% pada 2030. 

Eniya menambahkan, perubahan target tersebut sudah dikonsultasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk kemudian disampaikan ke UNFCCC. “Nanti akan ada pembaruan status resmi dari UNFCCC mengenai target peak emission Indonesia di 2035,” jelasnya. 

Meski begitu, perkembangan bauran energi baru terbarukan (EBT) masih berjalan lambat. Hingga paruh pertama 2025, kontribusi EBT baru mencapai 16%. Tambahan kapasitas terpasang hanya 876,5 megawatt, sehingga total kapasitas pembangkit EBT berada di level 15.201 megawatt atau sekitar 15 gigawatt. 

“Kalau kabinet ini tidak lebih agresif menurunkan emisi, target hanya akan jadi wacana di atas kertas. Saya berharap pengembangan EBT bisa lebih ditingkatkan,” tegasnya. 

Sejalan dengan itu, pemerintah telah merancang proyeksi peningkatan kapasitas listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW), di mana 61% atau sekitar 42,6 GW di antaranya akan bersumber dari EBT. Rinciannya meliputi tenaga surya 17,1 GW, tenaga air 11,7 GW, angin 7,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan nuklir 0,5 GW. 

Sementara itu, energi fosil hanya ditargetkan berkontribusi 24% atau 16,6 GW, dengan komposisi pembangkit gas 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW. Adapun sistem penyimpanan energi ditetapkan mencapai 15% atau sekitar 10 GW, yang terdiri atas pumped storage PLTA sebesar 6 GW dan baterai 4 GW.

Tags

Terkini