Deforestasi akibat pertambangan

Minggu, 28 September 2025 | 08:02:53 WIB
Deforestasi.

Listrik Indonesia | Aktivitas pertambangan di negara tropis, termasuk Indonesia, menjadi salah satu penyumbang utama deforestasi. Kegiatan ini tidak hanya mengubah lanskap hutan secara langsung, tetapi juga menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang luas, mulai dari hilangnya keanekaragaman hayati hingga risiko terhadap masyarakat lokal yang bergantung pada hutan.

Skala Kerusakan Hutan

Kajian Pantropical Assessment of Deforestation Caused by Industrial Mining (2000-2019) mencatat lebih dari 3.264 km² hutan tropis hilang akibat pertambangan industri. Indonesia menjadi salah satu negara dengan porsi terbesar, yakni sekitar 58,2% dari kehilangan langsung tersebut. Dampak tidak langsung juga signifikan. Pembangunan jalan, infrastruktur pendukung, dan pemukiman baru mempercepat degradasi hutan. Contohnya, di Kalimantan Timur, laju deforestasi meningkat seiring ekspansi tambang batu bara.

Mekanisme Deforestasi Akibat Tambang

Deforestasi akibat tambang terjadi melalui beberapa mekanisme. Hutan dibuka untuk kebutuhan tambang terbuka, pabrik pengolahan, dan lokasi pembuangan limbah. Infrastruktur penunjang seperti jalan akses, jalur listrik, dan fasilitas logistik juga kerap melewati kawasan hutan. Pertambangan rakyat yang sering lemah dalam regulasi turut menyumbang kerusakan hutan. Selain itu, hadirnya aktivitas tambang mendorong migrasi penduduk yang kemudian membuka pemukiman baru di sekitar kawasan tambang. Faktor lain yang memperparah kondisi adalah kebijakan izin yang longgar sehingga perluasan konsesi tambang kerap terjadi tanpa kajian lingkungan yang memadai.

Dampak Lingkungan dan Sosial

Kerusakan hutan akibat pertambangan membawa berbagai konsekuensi. Hilangnya habitat satwa liar menyebabkan menurunnya keanekaragaman hayati. Emisi karbon meningkat sehingga memperburuk perubahan iklim. Kualitas air di sekitar tambang juga sering menurun akibat sedimentasi dan limbah. Tidak hanya itu, kehidupan masyarakat adat dan lokal yang bergantung pada hutan ikut terganggu. Deforestasi akibat tambang juga menimbulkan degradasi tanah yang sulit dipulihkan, sehingga pemulihan ekosistem pasca-tambang menjadi tantangan besar.

Studi Kasus: Tambang Nikel

Salah satu contoh nyata ada pada pertambangan nikel di Indonesia. Auriga mencatat sekitar 24.811 hektare hutan rusak dalam 20 tahun terakhir akibat tambang nikel. Wilayah yang terdampak meliputi Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Di Sulawesi Tengah, lebih dari 200.000 hektare hutan alam tercatat masuk dalam konsesi nikel. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius karena hutan alam yang hilang sangat sulit dipulihkan kembali.

Upaya Mitigasi

Upaya mengurangi dampak deforestasi akibat pertambangan perlu diperkuat melalui berbagai cara. Kajian lingkungan harus dilakukan secara mendalam sebelum izin diberikan. Penegakan hukum dan pengawasan ketat di lapangan juga mutlak diperlukan. Reklamasi dan rehabilitasi lahan pascatambang menjadi kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Selain itu, regulasi terhadap pertambangan rakyat harus lebih jelas untuk mengurangi dampak ekologis. Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan transparansi, sementara pemantauan data izin serta kondisi hutan perlu diperkuat. Ke depan, arah kebijakan energi dan mineral sebaiknya mengedepankan diversifikasi dan hilirisasi yang ramah lingkungan.

Penutup

Deforestasi akibat pertambangan bukan hanya soal hilangnya pohon, tetapi juga menyangkut perubahan iklim, kerentanan sosial, dan keberlanjutan ekonomi. Indonesia, dengan posisinya sebagai salah satu pusat tambang dunia, menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan kebutuhan energi dan mineral dengan perlindungan hutan. Memahami skala, mekanisme, serta dampak yang ditimbulkan adalah langkah awal agar kebijakan dan praktik pertambangan dapat berjalan lebih berkelanjutan tanpa mengorbankan hutan sebagai penopang kehidupan.

Tags

Terkini