Listrik Indonesia | Vice President Director PT Cirebon Electric Power, Joseph Pangalila mengungkapkan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon Power-2 menggunakan teknologi Ultra Super Critical (USC). Ia mengatakan bahwa teknologi USC memiliki tekanan dan suhu yang lebih tinggi, serta emisi yang lebih rendah. Hal tersebut ia katakan kepada Media Listrik Indonesia.
“Teknologi yang digunakan dalam Unit 2 memiliki emisi CO2 yang lebih rendah, mendukung upaya pengurangan emisi secara signifikan, Note: emisi CO2 pembangkit sub critical sekitar 1200 ton/MWh, super critical 900 ton/MWh, ultra super critical 700 ton/MWh,” ungkapnya.
Hal ini mengakibatkan pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) per mega watt hour hingga mencapai 70% lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit konvensional.
PLTU Cirebon Power Unit II, dengan kapasitas 1000 MW, merupakan proyek ekspansi dari Unit 1. Proses pembebasan lahan mayoritas dilakukan melalui kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Meskipun tidak memakan luas lahan yang besar, perhatian utama pada pembebasan lahan difokuskan pada infrastruktur transmisi, termasuk pembangunan sekitar 22 kilometer jalur transmisi dan 45 menara transmisi dari Cirebon hingga Gardu Induk 500 kV Mandirancan.
PLTU Cirebon Power-2 berhasil mencapai tahap Commercial Operation Date (COD) pada bulan Mei tahun 2023.
Proses pembangunan fasilitas Listrik Tenaga Uap ini dimulai sejak tahun 2017 hingga 2023. Proses pembangunan tersebut menghadapi sejumlah kendala, terutama dampak dari pandemi COVID-19 yang berpengaruh terhadap jadwal awal rencana penyelesaian yang seharusnya pada Februari 2022, tetapi akhirnya dilaksanakan pada Mei 2023.
Melalui pencapaian pembangunan PLTU Unit 2 dengan teknologi ramah lingkungan, Cirebon Power menegaskan komitmennya untuk terus berinovasi dalam industri energi. Cirebon Power juga berkomitmen untuk memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi guna mencapai keseimbangan yang berkelanjutan.