Listrik Indonesia | PT PLN (Persero) menegaskan komitmennya dalam mendorong transisi energi melalui pembangunan infrastruktur transmisi yang masif dan terintegrasi. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyatakan bahwa transisi energi tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya sistem transmisi yang andal.
“Tagline-nya jelas: No transition without transmission,” ujarnya.
Menurut Darmawan, banyak potensi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) seperti hidro, panas bumi, angin, dan surya berada di wilayah-wilayah terpencil. Tanpa jaringan transmisi yang memadai, energi yang dihasilkan tidak bisa disalurkan ke pusat-pusat beban seperti kawasan industri atau kota-kota besar.
Sebagai solusi, PLN mengusung inisiatif Green Enabling Supergrid yang akan dituangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Inisiatif ini bertujuan membangun infrastruktur transmisi yang dapat mendukung pemanfaatan energi hijau secara optimal. Darmawan menyebutkan bahwa hingga tahun 2040, akan dibangun sekitar 63 ribu kilometer sirkit transmisi. Khusus untuk periode hingga 2034, targetnya mencapai 48 ribu kilometer lebih panjang dari keliling bumi yang sekitar 42 ribu kilometer.
“Dengan membangun transmisi ini, kita benar-benar menggeser sumber energi dari yang sebelumnya impor menjadi domestik. Geotermal, hidro, angin, dan matahari semuanya adalah sumber daya yang ada di Indonesia,” jelas Darmawan saat RDP dengan Komisi XII. Rabu, (14/5/2025).
Lebih lanjut, keberadaan Green Enabling Supergrid diyakini akan meningkatkan kapasitas pembangkit EBT secara signifikan. Saat ini, kapasitas terpasang untuk hidro dan panas bumi sekitar 16 gigawatt. Namun dengan transmisi yang terhubung hingga ke daerah-daerah terpencil, kapasitas itu bisa meningkat hingga lebih dari dua kali lipat menjadi 33 gigawatt.
Tidak hanya berdampak teknis, pembangunan supergrid ini juga memberikan keuntungan dari sisi keekonomian. Sebelumnya, pengembang EBT harus menanggung biaya investasi transmisi secara mandiri, yang membuat harga listrik menjadi tinggi. Namun dengan kehadiran negara melalui pembangunan jaringan transmisi oleh PLN, beban itu diambil alih.
“Ini memberikan de-risking, menurunkan risiko teknis maupun finansial bagi para pengembang EBT. Sehingga investasi di sektor energi terbarukan jadi lebih menarik dan feasible,” tutur Darmawan.
