Listrik Indonesia | PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN) mengawali tahun 2025 dengan kinerja yang solid. Perseroan mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 1,06% dan lonjakan laba bersih hingga 19% pada kuartal I-2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian ini ditopang oleh peningkatan produksi listrik dari pembangkit yang sudah ada serta beroperasinya satu unit pembangkit baru secara penuh.
Direktur Keuangan KEEN, Giat Widjaja, menjelaskan bahwa peningkatan produksi listrik berasal dari dua sumber utama. Pertama, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) eksisting mencatat performa yang stabil. Kedua, satu unit PLTA baru berkapasitas 10 megawatt (MW) yang mulai beroperasi penuh pada awal 2025 turut memberikan kontribusi signifikan terhadap total produksi energi perusahaan.
“Selain produksi yang meningkat, efisiensi operasional juga menjadi kunci utama. Kami berhasil menjaga biaya konstruksi, operasional, dan pemeliharaan tetap terkendali. Bahkan, biaya langsung kami mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan penurunan pendapatan konstruksi, sehingga margin laba kotor tetap terjaga,” ungkap Giat dalam siaran dialognya, dikuti Jumat (23/5/2025).
Pada tahun ini, KEEN menargetkan penyelesaian satu lagi proyek PLTA berkapasitas 10 MW di wilayah Sulawesi. Perusahaan juga menegaskan komitmennya untuk menjaga konsistensi produksi serta arus kas yang stabil dengan mengandalkan kontrak jual beli listrik jangka panjang selama 25 hingga 30 tahun.
Sektor Energi Terbarukan Tetap Prospektif Meski Tantangan Global Meningkat
Terkait prospek investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT), Giat menilai arah kebijakan energi global, termasuk di Amerika Serikat, memang bisa memunculkan tantangan tersendiri. Kebijakan Presiden AS Donald Trump yang kembali fokus pada energi fosil dinilai bertolak belakang dengan agenda transisi energi dan target emisi global.
Namun, Giat menegaskan bahwa dampaknya terhadap Indonesia relatif kecil. “Setiap negara punya kebijakan dan kepentingan masing-masing. Di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, Indonesia sangat agresif dalam mengembangkan EBT. Dukungan ini membuat iklim investasi tetap kondusif,” jelasnya.
Meski demikian, ia mengakui bahwa beberapa tantangan domestik masih perlu diatasi untuk mempercepat pengembangan energi bersih. Tantangan tersebut meliputi inkonsistensi regulasi, keterbatasan pendanaan proyek, mismatch antara potensi dan pusat beban, masalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), serta hambatan pada proses pengadaan proyek EBT.
Selain itu, faktor geografis Indonesia sebagai negara kepulauan turut menjadi tantangan tersendiri bagi distribusi energi bersih, terutama ke wilayah-wilayah terpencil.
Di tengah berbagai tantangan tersebut, Giat menyampaikan bahwa komitmen kuat dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan transisi energi secara menyeluruh. “Transisi menuju energi bersih memang butuh waktu, tapi dengan regulasi yang konsisten, percepatan proses tender, serta dukungan pendanaan, target net zero emission Indonesia pada 2060 tetap bisa tercapai,” pungkasnya.
.jpg)
