Listrik Indonesia | Industri baja nasional tengah menghadapi tekanan besar akibat dinamika global yang berubah cepat. Chief Strategy & Business Development Officer PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (Spindo), Johanes W. Edwards, menyoroti dampak kebijakan tarif impor Amerika Serikat yang kini menyasar lebih banyak negara, termasuk Indonesia.
Menurut Johanes, meski ekspor baja Indonesia ke AS tidak terlalu besar hanya sekitar 3–4% dari total penjualan Spindo gejolak ini tetap menimbulkan ketidakpastian serius bagi pelaku industri.
“Tarif ini bukan hanya dikenakan pada Indonesia, tapi juga mulai menyasar negara-negara yang sebelumnya bebas bea seperti Kanada, Meksiko, Jepang, dan Korea. Meski sekilas ini terlihat sebagai peluang bagi Indonesia, kenyataannya kondisi pasar tetap tidak menentu dan strategi harus terus disesuaikan,” ujarnya dalam siaran dialognya. Rabu, (2/7/2025).
Diversifikasi Pasar
Salah satu dampak yang sudah terasa, lanjut Johanes, adalah peningkatan ekspor produk baja dari Tiongkok ke kawasan ASEAN yang melonjak hingga 20%. Ia memperingatkan bahwa jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa proteksi dari pemerintah, pasar baja dalam negeri bisa dibanjiri produk China.
“Kalau pemerintah tidak segera mengambil langkah protektif, seperti regulasi atau insentif untuk produk lokal, maka produsen dalam negeri akan semakin tertekan,” tegasnya.
Menanggapi kondisi yang tak menentu, Spindo mengalihkan fokus ekspor ke pasar non-tradisional. Australia, Timor Leste, dan Eropa kini menjadi target pengembangan pasar baru. Di sisi lain, perusahaan juga tengah bersiap menghadapi regulasi karbon di Eropa melalui penerapan strategi pengurangan emisi sejak dini.
“Kami juga sudah siapkan produk yang memenuhi ketentuan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) agar bisa bersaing di pasar Eropa ke depan,” kata Johanes.
Perkuat Akar Distribusi Lokal
Untuk menahan laju serbuan produk asing, Spindo memperkuat distribusi dalam negeri, bahkan hingga ke bengkel dan pengguna akhir. Strategi ini diyakini dapat mempertahankan posisi pemain lokal di tengah gempuran barang impor.
“Kami manfaatkan posisi sebagai produsen lokal yang punya jaringan distribusi kuat. Pemain luar akan sulit menembus sampai level end-user kecil seperti bengkel,” jelas Johanes.
Ia juga menekankan pentingnya dukungan kebijakan, seperti penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), agar industri nasional memiliki daya saing yang setara dengan produk asing.
Di tengah tekanan global dan persaingan yang makin ketat, efisiensi biaya menjadi senjata utama Spindo. Setiap divisi, termasuk keuangan, ditargetkan menekan biaya produksi dan operasional. Salah satu langkah konkret adalah penerbitan obligasi guna menurunkan beban pendanaan.
Tak hanya itu, kemunculan tiga pemain baru di sektor hulu domestik Lautan Steel, Dexin, dan New Asia juga membuka peluang efisiensi rantai pasok. Pasokan bahan baku dari dalam negeri memungkinkan manajemen inventori yang lebih fleksibel dan pengurangan kebutuhan modal kerja.
“Dengan bahan baku lokal, lead time jadi lebih cepat dibanding impor. Ini berdampak langsung pada efisiensi biaya dan pengurangan bunga,” tambah Johanes.
Meski laporan keuangan Spindo belum sepenuhnya mencerminkan tekanan tersebut, Johanes menegaskan pentingnya langkah proaktif menghadapi potensi tantangan yang semakin tinggi.
“Dampaknya mungkin belum terlihat sekarang karena siklus penerimaan kas kami sekitar dua bulan. Tapi ke depan kami terus siaga dan menyesuaikan strategi agar tetap tangguh menghadapi perubahan global,” pungkasnya.
.jpg)
