Listrik Indonesia | Indonesia menegaskan komitmennya untuk memperkuat ketahanan energi nasional sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Hal ini disampaikan oleh Dr. Wahyu Utomo, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, mewakili Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya di ajang Indonesia Best Electricity Awards (IBEA) 2025 yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Menurut Wahyu, berbagai tantangan global seperti konflik geopolitik di Ukraina dan Timur Tengah, serta dampak berkepanjangan dari pandemi COVID-19, telah menyebabkan fluktuasi harga energi dan ketidakstabilan pasar komoditas dunia. Dalam kondisi ini, kata dia, ketahanan energi terutama ketenagalistrikan tidak lagi semata menjadi isu teknis, melainkan telah menjelma menjadi isu strategis nasional.
“Kita harus berhati-hati dalam menjaga kontinuitas pasokan listrik, stabilitas harga, dan mendorong efisiensi di seluruh rantai pasok sektor ketenagalistrikan,” tegas Wahyu.
Pertumbuhan Ekonomi Butuh Dukungan Energi Andal
Wahyu mengingatkan bahwa kebutuhan energi Indonesia terus meningkat seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada tahun 2025. Bahkan, proyeksi kebutuhan energi nasional disebut dapat mencapai sekitar 3.300 TWh pada 2060.
Dalam konteks ini, transformasi digital global juga menjadi tantangan baru bagi sektor energi. Infrastruktur seperti pusat data (data center), cloud computing, dan kecerdasan buatan (AI) memerlukan konsumsi listrik yang sangat besar dan stabil. Maka dari itu, penyediaan listrik yang bersih, efisien, dan andal menjadi sangat penting.
Dorongan terhadap Investasi Hijau
Pemerintah terus memperkuat langkah menuju transisi energi. Hingga awal 2025, bauran energi baru terbarukan (EBT) telah mencapai 14,93%, dan ditargetkan meningkat menjadi 23% pada 2025. Untuk mencapai hal ini, peran investasi swasta sangat diperlukan, termasuk melalui skema pendanaan transisi energi seperti Energy Transition Mechanism (ETM) dan program Global Market Platform (GMP).
“Pemerintah mendorong investasi hijau dan mempercepat pembangunan pembangkit berbasis EBT. Untuk itu, dibutuhkan inovasi teknologi dan dukungan seluruh pemangku kepentingan,” ujar Wahyu.
Dalam kerangka Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025–2029, pembangunan pembangkit listrik diprioritaskan sebagai bagian dari strategi menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan jangka panjang. Namun, Wahyu juga mengingatkan bahwa pembangunan pembangkit membutuhkan investasi besar, waktu pembangunan yang panjang, serta risiko keuangan yang tidak kecil.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya
adopsi inovasi seperti smart grid, digitalisasi sistem kelistrikan, optimalisasi jaringan transmisi dan distribusi, serta kebijakan pembiayaan yang adaptif.
Wahyu juga menekankan bahwa transisi energi harus inklusif, tidak hanya menargetkan dekarbonisasi, tetapi juga memastikan akses terhadap energi yang adil, terjangkau, dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Pemerintah berkomitmen menciptakan ekosistem kelistrikan yang tangguh dan berkelanjutan untuk menghadapi gejolak global,” ucapnya.
Menutup sambutannya, Wahyu mengajak pelaku industri kelistrikan untuk memperkuat kolaborasi dalam mendorong inovasi, investasi hijau, serta pengembangan kapasitas sumber daya manusia di sektor energi.
“PT PLN, swasta, dan seluruh pemangku kepentingan harus jadi motor penggerak transformasi ini. Mari kita songsong masa depan energi yang bersih, andal, dan berpihak pada keberlanjutan,” pungkasnya.
Ajang IBEA 2025 sendiri menjadi wadah penting dalam mengapresiasi pencapaian pelaku industri ketenagalistrikan nasional yang terus berinovasi di tengah tantangan energi global.
