Listrik Indonesia | Semangat transisi energi menggelora di panggung Indonesia Best Electricity Award (IBEA) 2025. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Prof. Eniya Listiani Dewi, memberikan sambutan penuh optimisme di malam penganugerahan yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jumat (4/7/2025).
Di hadapan para pelaku industri energi dan dewan juri, Eniya menyampaikan rasa bahagianya bisa kembali hadir di tengah komunitas yang ia sebut sebagai “penggerak energi terbarukan.”
Tak hanya hadir sebagai tamu kehormatan, Eniya sendiri juga tergabung sebagai salah satu anggota dewan juri IBEA 2025, menjadikan keterlibatannya semakin bermakna dalam proses penilaian inovasi dan kontribusi para peserta dari berbagai sektor energi.
“Saya bangga menjadi bagian IBEA dan sangat menantikan variasi industri yang lahir dari ajang ini. Ada yang sudah berpengalaman besar, ada yang masih kecil, tapi semua punya peran penting,” ujarnya.
Eniya mengapresiasi kerja para finalis IBEA, dari penyedia listrik, EPC skala besar hingga hingga manufaktur perlatan listrik, yang turut berkontribusi dalam peta jalan transisi energi nasional.
"Kami ingin mengetahui siapa saja yang menjadi finalis, dan pemerintah membuka diri untuk bersinergi dengan para pelaku industri serta tokoh kelistrikan dan energi yang terlibat dalam ajang IBEA ini," imbuhnya.
Dalam sambutannya, Eniya memaparkan arah pembangunan energi bersih Indonesia ke depan. Berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), target bauran energi baru terbarukan mencapai 61% dalam 10 tahun mendatang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 15% atau sekitar 10,3 gigawatt akan berasal dari sistem penyimpanan energi seperti baterai dan pumped storage.
“Pasar EBT kita luar biasa besar. Target PLTS saja mencapai 17,1 gigawatt. Angin 7,2 GW, panas bumi 5,2 GW, dan kita saat ini sudah nomor dua di dunia untuk panas bumi,” katanya dengan semangat. Ia bahkan menegaskan bahwa Indonesia berpotensi menyalip Amerika untuk menjadi juara dunia dalam pemanfaatan panas bumi. “Kalau belajar ke New Zealand, sebetulnya mereka yang harus belajar ke kita.”
Lebih lanjut, Eniya mengungkap komitmen baru Indonesia untuk mengembangkan energi nuklir dan kelautan, dengan target awal masing-masing 500 MW dan 40 MW. Kedua sumber energi ini akan mulai dikembangkan di wilayah Indonesia Timur.
Dalam bidang efisiensi energi, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No. 3 dan 8 Tahun 2025 tentang manajemen energi. Eniya menekankan bahwa penghematan energi, terutama di gedung-gedung dan sektor non-produktif, dapat memberikan multiplier effect yang lebih besar bagi perekonomian.
“Kalau kita hemat di penerangan dan AC, maka listrik bisa dialihkan ke industri yang memberikan nilai tambah lebih tinggi,” jelasnya.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti pentingnya pengembangan SDM. Saat ini, tenaga ahli di sektor EBT masih terbatas. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, industri, dan lembaga pendidikan sangat dibutuhkan untuk menciptakan generasi baru yang paham dan peduli terhadap energi bersih.
Malam penghargaan IBEA pun menjadi momentum refleksi dan penyemangat untuk terus mempercepat realisasi target 42,6 gigawatt EBT. “PLN pasti senang kalau listrik dari EBT makin banyak terjual,” ujarnya sambil tersenyum.
Eniya juga menyinggung perkembangan bioenergi. Setelah sukses dengan B40, saat ini uji coba B50 telah rampung dan siap memasuki tahap komersialisasi.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2025 juga telah mempermudah pengusahaan bahan bakar nabati (BBN).
Sebagai penutup, Eniya menyampaikan pesan penuh makna melalui sebuah pantun:
“Indah rembulan di malam hari, sejuk di mata tenangkan hati. Energi listrik sinari negeri, mari dukung transisi energi.”
IBEA 2025 bukan hanya tentang memberi penghargaan, tetapi juga menyulut nyala harapan. Bahwa transisi energi di Indonesia tak lagi sebatas wacana, tapi sudah mulai diwujudkan bersama.
