Listrik Indonesia | Konsumsi listrik global oleh pusat data diperkirakan melonjak lebih dari dua kali lipat dalam enam tahun ke depan, didorong oleh pesatnya pertumbuhan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Berdasarkan laporan terbaru dari International Energy Agency (IEA), konsumsi listrik data center secara global akan meningkat dari sekitar 415 terawatt-jam (TWh) pada tahun 2024 menjadi sekitar 945 TWh pada tahun 2030 angka yang setara dengan total konsumsi listrik tahunan Jepang saat ini.
IEA mencatat bahwa laju pertumbuhan tahunan konsumsi listrik dari pusat data mencapai sekitar 15 persen, jauh di atas rata-rata sektor lain yang hanya berkisar 3 hingga 4 persen. Kebutuhan daya ini sebagian besar dipicu oleh meningkatnya penggunaan server AI atau accelerated servers, yang konsumsi energinya diperkirakan tumbuh sebesar 30 persen per tahun. Sebagai perbandingan, server konvensional hanya tumbuh sekitar 9 persen per tahun.
“Lonjakan permintaan ini sebagian besar bersumber dari adopsi masif teknologi AI yang kini menjadi tulang punggung berbagai sektor industri,” tulis IEA dalam laporan “Energy and AI” yang dirilis April 2025.
Kontribusi AI terhadap konsumsi listrik pusat data kini tidak bisa dianggap remeh. Pada akhir 2024, AI telah menyumbang sekitar 20 hingga 24 persen dari total penggunaan listrik di data center. Angka tersebut diperkirakan terus naik hingga menyentuh 49 persen pada akhir 2025.
Secara geografis, Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi dua negara dengan pertumbuhan konsumsi listrik data center paling signifikan. Kedua negara ini diperkirakan menyumbang hampir 80 persen dari total lonjakan global. Amerika Serikat akan menambahkan sekitar 240 TWh konsumsi baru hingga 2030, sedangkan Tiongkok menyusul dengan tambahan sekitar 175 TWh.
Sementara itu, kawasan Eropa dan Jepang juga mengalami pertumbuhan signifikan, masing-masing mencatat peningkatan sekitar 70 dan 80 persen dalam konsumsi data center. Di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, lonjakan permintaan energi data center diproyeksikan melampaui 100 persen seiring peningkatan digitalisasi dan investasi cloud computing.
IEA juga memperingatkan bahwa lonjakan permintaan ini dapat menimbulkan tekanan besar terhadap infrastruktur ketenagalistrikan. Di Amerika Serikat, data center bahkan diprediksi menyumbang hampir setengah dari total pertumbuhan konsumsi listrik nasional hingga 2030.
Namun, IEA menekankan bahwa secara keseluruhan, konsumsi listrik pusat data pada tahun 2030 masih akan berada di kisaran 3 persen dari total konsumsi listrik global. Meski terkesan kecil secara proporsi, beban tambahan ini tetap menjadi tantangan besar bagi banyak negara, terutama yang masih bergantung pada bahan bakar fosil atau belum memiliki kapasitas jaringan listrik yang andal.
Dengan kondisi tersebut, transisi energi menjadi sangat penting. IEA mendorong para pelaku industri teknologi dan pemerintah untuk mempercepat adopsi energi bersih serta pengembangan teknologi hemat energi, seperti pendingin cair (liquid cooling), penggunaan kembali panas buangan, dan penggunaan chip AI yang lebih efisien.
“Jika tidak diimbangi dengan strategi energi yang tepat, lonjakan permintaan listrik dari pusat data berisiko memperburuk krisis iklim,” kata IEA dalam laporan tersebut.
Peningkatan tajam konsumsi listrik oleh data center yang digerakkan oleh AI menunjukkan bahwa transformasi digital kini sangat erat kaitannya dengan tantangan energi. Maka dari itu, keseimbangan antara kemajuan teknologi dan keberlanjutan energi akan menjadi isu sentral dalam enam tahun ke depan.
.jpg)
