Listrik Indonesia | Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman memastikan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta akan kembali tersedia pada akhir Oktober 2025. Hal tersebut ia ungkapkan di Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Selasa (7/10/2025).
"Iya (ketersediaan) kargo-nya akhir Oktober," katanya.
Ketersediaan pasokan ini berasal dari kargo impor PT Pertamina (Persero) yang dijadwalkan tiba pada akhir bulan.
Laode menambahkan, Pertamina juga telah menyepakati penggunaan spesifikasi BBM yang diminta oleh badan usaha swasta. Dalam perjanjian terbaru, Pertamina berkomitmen untuk menggunakan spesifikasi tertinggi dalam pengadaan impor.
"Makanya di perjanjian terakhir ini akan dipakai spesifikasi tertinggi. Pertamina berkomitmen seperti itu dari badan usaha tersebut, mana yang speknya tertinggi itu akan dipakai," ujar Laode.
Sebelumnya, PT Vivo Energy Indonesia menyampaikan penjelasan terkait batalnya rencana pembelian BBM dari Pertamina. Perusahaan tersebut sebelumnya berencana membeli 40.000 barel BBM, namun pembelian dibatalkan karena adanya sejumlah kendala teknis.
"Sehingga apa yang sudah kami minta itu dengan terpaksa dibatalkan," ujar Direktur Vivo Energy Indonesia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (1/10/2025).
Meski demikian, Vivo tidak menutup kemungkinan untuk kembali membeli BBM dari Pertamina di masa mendatang, apabila spesifikasi yang diminta dapat dipenuhi.
"Tapi tidak menutup kemungkinan kami tetap akan berkoordinasi dengan Pertamina untuk saat-saat mendatang siapa tahu apa yang kami minta itu bisa dipenuhi oleh Pertamina dan kami akan beli dari Pertamina," jelasnya.
Vivo juga mengungkapkan bahwa stok BBM perusahaan telah habis untuk periode Oktober 2025.
"Jadi tidak ada lagi yang bisa kami jual untuk bahan bakarnya yang pada akhir bulan Oktober ini. Itu saja yang saya bisa sampaikan," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar menjelaskan, salah satu kendala dalam kerja sama dengan SPBU swasta adalah perbedaan kandungan etanol dalam BBM murni atau base fuel milik Pertamina.
"Kontennya itu ada kandungan etanol. Nah, di mana secara regulasi itu diperkenankan. Etanol itu sampai jumlah tertentu. Kalau tidak salah sampai 20% etanol. Kalau tidak salah. Nah, sedangkan ada etanol 3,5%," katanya.
Menurut Achmad, kadar etanol tersebut masih berada dalam batas yang diperbolehkan oleh pemerintah. Namun, perbedaan spesifikasi antar badan usaha membuat penyesuaian perlu dilakukan.
"Nah, tetapi teman-teman SPBU swasta berkenan jika nanti pada kargo selanjutnya siap bernegosiasi kalau memang nanti kualitasnya. Ini bukan masalah kualitas, masalah konten. Kontennya ini aman bagi karakteristik spesifikasi produk yang masing-masing. Karena ini beda-beda merek, beda spesifikasi," tandasnya.
.jpg)
