Ketergantungan Impor Metanol Hambat Penerapan B50 pada 2026

Ketergantungan Impor Metanol Hambat Penerapan B50 pada 2026
Ilustrasi B50

Listrik Indonesia | Pemerintah menargetkan penerapan bahan bakar campuran biodiesel B50 mulai 2026. Namun, realisasi program tersebut diperkirakan tidak akan mudah karena Indonesia masih bergantung pada impor metanol sebagai bahan campuran utama. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, kebutuhan metanol nasional mencapai sekitar 2,3 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru sekitar 400 ribu ton. Dengan demikian, sebagian besar kebutuhan masih harus dipenuhi melalui impor. 

“Masalahnya, ketika kita ingin masuk ke B50, metanolnya masih impor,” ujar Bahlil di Jakarta, Kamis (9/10/2025). 

Sejak 2016, pemerintah telah menjalankan program mandatori biodiesel untuk menekan impor solar sekaligus mengurangi beban subsidi energi. Program tersebut telah berkembang secara bertahap, mulai dari B10, B20, B30, hingga kini mencapai B40. 

“Dengan implementasi B40, impor solar kita saat ini sekitar 4,9 juta kiloliter, atau sekitar 10–10,5 persen dari total konsumsi solar nasional,” jelas Bahlil. 

Ia menambahkan, penggunaan biodiesel berbasis crude palm oil (CPO) tidak hanya membantu menekan impor, tetapi juga memberi nilai tambah bagi petani sawit di dalam negeri. “Kalau CPO bisa kita manfaatkan sepenuhnya, nilai jual petani sawit meningkat, dan defisit akibat impor solar berkurang,” tuturnya. 

Menurut Bahlil, rencana penerapan B50 telah disetujui dalam rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo. “Sudah diputuskan bahwa pada 2026, insyaallah, B50 akan mulai dijalankan penuh. Dengan begitu, impor solar bisa ditekan secara maksimal,” ujarnya. 

Untuk mendukung target tersebut, pemerintah akan membangun pabrik metanol di Bojonegoro sebagai bagian dari program hilirisasi gas. “Atas arahan Presiden, kami akan bangun pabrik metanol di Bojonegoro. Tujuannya agar proses pencampuran CPO dengan metanol menjadi fatty acid methyl ester (FAME) bisa sepenuhnya menggunakan produksi dalam negeri,” kata Bahlil. 

Ia menyebut, selama periode 2020–2025, kebijakan biodiesel telah menghemat devisa sekitar USD 40,71 miliar dari pengurangan impor solar. Dengan penerapan B50, Bahlil optimistis Indonesia akan semakin mandiri di sektor energi. 

“Kalau kita bisa beralih sepenuhnya ke biodiesel, insyaallah kemandirian energi nasional bisa tercapai,” tegasnya. 

Saat ini, pengujian B50 telah memasuki tahap keempat oleh tim Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE). “Sudah diuji di kereta, alat berat, kapal, dan mobil. Jika hasilnya memenuhi standar, rencananya peluncuran B50 dilakukan pada semester kedua 2026,” ungkapnya. 

Bahlil menegaskan bahwa kebijakan ini bukan sekadar wacana. “Ini bukan omongan kosong. Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar untuk memperkuat ketahanan energi nasional dan berpihak pada kepentingan rakyat serta bangsa,” tutupnya.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Bioethanol

Index

Berita Lainnya

Index