Listrik Indonesia | Indonesia kini menghadapi tantangan besar: emisi karbon yang tak hanya merusak lingkungan, tapi juga mengancam kesehatan masyarakat. Pada 2024, Jakarta bahkan sempat masuk daftar kota dengan polusi terburuk di dunia. Sebuah alarm keras bagi negeri ini, apalagi di tengah target ambisius menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Sebagai upaya konkret, PT PLN (Persero) melalui anak usahanya, PLN Nusantara Power, menggelar seminar bertajuk Strategi Upscaling Bursa Karbon: Optimalisasi Peluang di Pasar Domestik dan Internasional. Acara ini jadi wadah penting membahas peluang besar dari perdagangan karbon yang kini makin dilirik banyak pihak.
Perdagangan karbon sendiri merupakan skema jual beli kredit karbon antara pihak yang emisinya di bawah ambang batas dengan mereka yang melebihi kuota. Indonesia pun bergerak cepat. Pada 26 September 2023, Bursa Karbon Indonesia resmi berdiri. Sejak itu, transaksi berjalan pesat. Hingga kini, sudah ada 112 entitas yang aktif berdagang, dengan total 1,5 juta ton CO2 ekuivalen yang diperdagangkan senilai Rp77,3 miliar. Dan mulai 20 Januari 2025, pasar karbon Indonesia siap melangkah ke kancah internasional.
Wakil Direktur Pengembangan Usaha Bursa Efek Indonesia, Ignatius Deni Wicaksono, mencatat tren positif ini. "Angka transaksi naik pesat, tapi potensi kita jauh lebih besar. Saat ini baru 111 pengguna jasa, tapi penerima manfaatnya sudah lebih dari 1.000. Artinya, banyak yang ingin berkontribusi, hanya belum tahu jalurnya," ujar Deni.
Di tengah geliat pasar karbon ini, PLN Nusantara Power tampil sebagai pemain utama. Lewat pembangunan tiga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT), PLN sukses menghemat emisi sekitar 17 juta ton CO? setara dengan penurunan 5% dari kondisi bisnis seperti biasa.
Direktur Operasi Pembangkit Gas PLN Nusantara Power, Komang Parmita, mengungkapkan bahwa PLN sudah menjual 336 ribu ton karbon ekuivalen senilai Rp12 miliar hanya di kuartal pertama 2025. "Kami pionir dalam perdagangan karbon sejak 2023. Proyek PLTGU Muara Karang Blok 3 kami yang pertama mendapatkan sertifikat penurunan emisi sebesar 900 ribu ton CO?," jelas Komang.
Tak hanya itu, PLN juga mengembangkan proyek di PLTGU Muara Tawar dengan teknologi combine cycle yang berhasil menambah kredit karbon sebesar 36 ribu ton CO2, dengan nilai transaksi Rp1,4 miliar.
Komang optimistis, pasar karbon Indonesia akan terus berkembang. "Kami selalu pilih proyek yang nyata menurunkan emisi, bukan sekadar angka. Ini bukan hanya peluang bisnis, tapi kontribusi nyata bagi lingkungan," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca Kementerian Lingkungan Hidup, Hari Wibowo, mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan karbon. "Jangan sampai saat kita buka keran perdagangan internasional, stok karbonnya justru kosong. Forum seperti ini jadi ajang kita untuk memastikan supply dan demand seimbang," katanya.