Makin Mahal, Kenapa Mobil Listrik Impor Kena PPnBM?

Selasa, 16 September 2025 | 08:30:32 WIB
Gambar ilustrasi impor mobil listrik.

Listrik Indonesia | Pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan fiskal yang membedakan perlakuan pajak bagi mobil listrik impor dengan yang diproduksi di dalam negeri. Salah satu instrumen yang digunakan adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak ini merupakan pungutan tambahan yang dikenakan pada barang-barang yang tergolong mewah dan bukan kebutuhan pokok, termasuk kendaraan bermotor. Tujuannya tidak hanya untuk membatasi konsumsi barang impor bernilai tinggi, tetapi juga untuk mendorong pertumbuhan industri otomotif di dalam negeri.

Hingga Desember 2025, pemerintah masih memberikan insentif berupa PPnBM Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100 persen untuk kendaraan listrik impor. Artinya, selama masa insentif berlangsung, produsen tidak perlu membayar PPnBM. Kebijakan ini diberikan dalam rangka mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Namun, setelah masa insentif berakhir, mobil listrik impor dalam bentuk utuh (completely built up/CBU) akan kembali dikenai PPnBM.

Aturan yang berlaku membedakan antara mobil listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen dan mobil listrik yang diimpor sepenuhnya. Untuk kendaraan listrik dengan TKDN minimal 40 persen, pemerintah memberikan pembebasan PPnBM. Sebaliknya, untuk mobil listrik impor CBU tanpa memenuhi syarat TKDN, dikenakan PPnBM sebesar 15 persen dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Selain PPnBM, kendaraan listrik impor juga tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen dan bea masuk sesuai kategori tarif yang berlaku, yang dalam kasus tertentu bisa mencapai 50 persen.

Ada beberapa alasan mengapa mobil listrik impor tetap dikenai PPnBM. Pertama, kebijakan ini bertujuan mendorong lokalisasi industri otomotif agar produsen global berinvestasi dan membangun pabrik di Indonesia. Kedua, pemerintah ingin mengendalikan konsumsi barang mewah impor agar pasar kendaraan listrik domestik tidak sepenuhnya dikuasai produk luar negeri. Ketiga, penerapan PPnBM pada mobil impor juga berfungsi menjaga penerimaan negara, terutama setelah berakhirnya masa insentif fiskal.

Dengan demikian, mobil listrik impor bisa terkena PPnBM karena kendaraan yang tidak diproduksi di dalam negeri atau tidak memenuhi syarat TKDN tetap diperlakukan sebagai barang mewah setelah masa insentif berakhir. Saat ini tarif PPnBM yang berlaku adalah 15 persen untuk mobil listrik impor, di luar pungutan PPN dan bea masuk. Kebijakan tersebut diharapkan menjadi dorongan kuat bagi produsen otomotif untuk melakukan lokalisasi dan meningkatkan produksi di Indonesia.

Tags

Terkini