PR Pemerintah, Konsumsi Listrik Indonesia Masih Jauh di Bawah Negara Tetangga

Rabu, 17 September 2025 | 09:09:02 WIB
Tower Sutet. (Dok: PLN)

Listrik Indonesia | Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menyoroti rendahnya konsumsi listrik per kapita di Indonesia yang saat ini berada di angka sekitar 1.400 kWh. Angka tersebut masih jauh tertinggal dibandingkan Singapura yang mencapai 8.000 kWh dan Brunei sebesar 9.000 kWh.

Dalam kunjungannya ke Palembang, Sumatera Selatan, pada Kamis (11/9/2025), Sugeng menekankan pentingnya peningkatan elektrifikasi di berbagai sektor, termasuk transportasi dan rumah tangga. Menurutnya, akses listrik harus dipastikan berasal dari sumber energi bersih dengan harga yang terjangkau.

"Indonesia membutuhkan listrik besar tetapi dengan harga yang terjangkau itu namanya affordability harus dihitung. Nah inilah antara tantangan-tantangan. Memang Indonesia menghadapi dua tantangan sekaligus, kuantitatif dan kualitatif," jelasnya.

Ia menegaskan, transisi energi menuju sumber energi baru dan terbarukan (EBT) merupakan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil seperti minyak, gas, dan batu bara. Dalam kesempatan itu, Sugeng juga menyoroti potensi besar Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia yang diperkirakan bisa mencapai 3.000 Gigawatt (GW).

Sebagai contoh, ia menyebut PLTS di Jakabaring yang dibangun pada 2018 untuk mendukung Asian Games. Proyek tersebut menjadi salah satu contoh nyata pemanfaatan energi surya di Indonesia.
“Jakabaring ini merupakan best practice baik ini dibangun tahun 2018 untuk waktu itu adalah Asian Games. Sehingga menjadi percontohan di dunia bahwa Indonesia komitmen untuk masuk ke energi baru terbarukan,” ujar Sugeng.

Meski potensinya besar, Sugeng juga mengingatkan keterbatasan PLTS yang sangat bergantung pada intensitas sinar matahari. Produksi listrik optimal biasanya hanya berlangsung sekitar pukul 11.00 hingga 14.00. Selain itu, ia menyoroti harga jual listrik dari PLTS yang ditetapkan Rp 889 per kWh, padahal biaya produksi bisa mencapai Rp 1.600 per kWh.

“Nah minta ditinjau, saya tadi bahkan menyebut kurang lebih 9 cent dolar kalau nggak salah sampai tingkatnya Rp. 1.600an. Nah ini memang sampai dua kali hanya saja memang semua itu kan bisa dihitung economic scalenya, skala ekonomi ketika Capex investasi kapan,” tegasnya.

Sugeng menambahkan, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan pembangunan kapasitas listrik baru sebesar 100 GW, dengan 75 persen di antaranya bersumber dari energi terbarukan. Dalam rencana jangka panjang, energi nuklir juga akan masuk ke dalam bauran energi nasional.

“Nah ini semua itu harus kita songsong dengan ekosistem yang kita bangun secara baik. Karena kalau ekosistemnya tidak baik nanti dihitung secara ekonominya tidak menarik dalam konteks investasi saya kira susah untuk diwujudkan. Inilah yang terus kita upayakan,” kata Sugeng.

Dengan konsumsi listrik per kapita yang masih rendah, Sugeng menilai percepatan transisi energi dan pembangunan ekosistem yang mendukung investasi menjadi kunci. Ia menekankan, Indonesia harus mampu menjawab tantangan penyediaan listrik yang tidak hanya memadai secara jumlah, tetapi juga terjangkau dan ramah lingkungan.

Tags

Terkini

Hore! BBM SPBU Swasta akan Tersedia Lagi dalam Waktu Dekat

Senin, 22 September 2025 | 14:48:28 WIB

Catat! Ini Panduan Mengurus IUPTLU, Dari OSS hingga Efektif

Senin, 22 September 2025 | 14:28:14 WIB

Tok! SPBU Swasta Setuju Beli BBM dari Pertamina

Senin, 22 September 2025 | 14:08:49 WIB

Pemerintah Beberkan Alasan Swasta Harus Beli BBM Pertamina

Senin, 22 September 2025 | 13:42:43 WIB