Listrik Indonesia | Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa pemerintah bersama Badan Usaha (BU) migas, baik PT Pertamina (Persero) maupun swasta, telah menyepakati skema pengaturan impor Bahan Bakar Minyak (BBM). Kesepakatan ini bertujuan menjaga keseimbangan neraca perdagangan sekaligus memastikan ketersediaan pasokan BBM bagi masyarakat.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, usai memimpin rapat dengan Pertamina dan perwakilan SPBU swasta, menyampaikan bahwa stok BBM nasional berada dalam kondisi aman untuk 18 hingga 21 hari ke depan. Dari pertemuan itu, diputuskan adanya kolaborasi antara SPBU swasta dan Pertamina dalam melakukan impor BBM berbentuk base fuel atau bahan bakar dengan kadar oktan murni tanpa campuran aditif.
"Mereka setuju untuk kolaborasi dengan Pertamina, syaratnya adalah harus berbasis base fuel, artinya belum bercampur-campur. Jadi produknya saja nanti dicampur di masing-masing, tangki di SPBU masing-masing. Ini juga sudah disetujui, ini solusi," kata Bahlil di Jakarta, dikutip pada Senin (22/09/2025).
Selain itu, pemerintah juga menetapkan adanya survei bersama (joint survey) terkait kualitas BBM sebelum pengiriman. Untuk harga beli, Bahlil menekankan transparansi agar tidak ada pihak yang dirugikan. Ia menargetkan dalam tujuh hari ke depan, BBM impor sudah dapat masuk ke Indonesia dan siap didistribusikan.
Terkait regulasi, pengaturan impor BBM merupakan langkah untuk menyeimbangkan kebutuhan energi dengan stabilitas perdagangan nasional, sekaligus mengurangi tekanan defisit migas. Kebijakan ini mengacu pada Perpres Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas, yang memberi kewenangan kepada Menteri atau Kepala Lembaga untuk menetapkan rencana kebutuhan komoditas.
Bahlil menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah menutup kegiatan impor BBM. Hal ini tercermin dari meningkatnya pangsa pasar BBM non-subsidi di SPBU swasta, yang naik 11% pada 2024 dan mencapai 15% hingga Juli 2025. Tren tersebut menunjukkan impor tetap berjalan sesuai kebutuhan pasar.
Pemerintah juga menegaskan aturan impor bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan jika kondisi pasokan, distribusi, maupun keuangan negara berubah. Di sisi lain, kerja sama business to business (B2B) antara Pertamina dan SPBU swasta tetap didorong untuk menjamin ketersediaan BBM non-subsidi.
Sebagai tambahan, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter. Jumlah ini dinilai cukup untuk memenuhi tambahan alokasi BBM bagi SPBU swasta hingga akhir 2025 sebesar 571.748 kiloliter.
