Listrik Indonesia | Dermaga militer Komando Armada (Koarmada) II Surabaya kini memasuki babak baru. Suara bising genset yang biasanya terdengar akan digantikan oleh pasokan listrik langsung dari PLN. Melalui layanan onshore electric connection, kapal perang TNI AL yang bersandar dapat terhubung dengan listrik darat. Langkah ini tidak hanya menekan biaya operasional, tetapi juga mendukung transisi energi bersih menuju target Indonesia bebas emisi karbon.
Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Muda TNI Eko Sunarjanto, menilai kehadiran listrik PLN di Koarmada II sebagai strategi penting, bukan sekadar penyediaan energi. Menurutnya, solusi ini memberikan efisiensi anggaran sekaligus mendukung penguatan pertahanan laut Indonesia.
“Dengan jaringan listrik khusus bagi KRI di Dermaga Koarmada II, negara dapat menghemat biaya dan logistik. Dibandingkan genset berbahan bakar minyak, penggunaan listrik jauh lebih ekonomis dan ramah lingkungan,” ujarnya dalam penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara TNI AL yang diwakili Laksamana Pertama TNI Yusep Wildan dengan PLN yang diwakili General Manager PLN UID Jawa Timur, Ahmad Mustaqir, di Mabes TNI AL, Jakarta Timur, Rabu (17/9).
Koarmada II sendiri memiliki peran strategis dalam menjaga kedaulatan laut Nusantara. Kehadiran kapal frigate terbesar di Asia Tenggara, KRI Brawijaya-320, menegaskan kekuatan armada ini. Ke depan, kapal sekelas juga akan memperkuat jajaran, sehingga kebutuhan energi yang stabil, efisien, dan ramah lingkungan menjadi semakin vital.
Dengan adanya onshore electric connection, kapal perang dapat mengurangi emisi sekaligus menghemat biaya hingga 56% per kapal dibandingkan penggunaan genset. Laksda Eko menegaskan bahwa manfaat ini hanyalah sebagian dari misi besar memperkuat pertahanan sekaligus menjaga lingkungan.
Sementara itu, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyampaikan bahwa program ini merupakan simbol kerja sama erat antara BUMN dan TNI AL. “Ini bukan sekadar proyek teknis, melainkan bukti sinergi dalam menjaga kedaulatan maritim sekaligus mendukung transisi energi nasional,” ungkapnya.
Direktur Retail dan Niaga PLN, Adi Priyanto, menambahkan bahwa layanan khusus ini memang dirancang sesuai kebutuhan kapal perang. Jika biasanya rumah tangga mendapat pasokan 220 Volt dengan frekuensi 50 Hz, kapal perang membutuhkan daya besar 1.500 kW dengan tegangan 690 Volt dan frekuensi 60 Hz.
“PLN menyesuaikan pelayanan secara khusus agar kapal TNI AL dapat beroperasi optimal tanpa bergantung pada genset,” jelasnya.
Adi menutup dengan harapan bahwa kerja sama ini menjadi tonggak awal elektrifikasi maritim yang selaras dengan peta jalan menuju Net Zero Emissions 2060 atau lebih cepat.