Smelter RI di Tengah Tekanan Global untuk Energi Bersih

Smelter RI di Tengah Tekanan Global untuk Energi Bersih
Batu Bara. (Dok: @bawahtanah.co.id)

Listrik Indonesia | Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyoroti tantangan besar yang dihadapi dalam pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter), terutama terkait penyediaan tenaga listrik. Menurutnya, kebutuhan listrik untuk smelter sangat besar dan mayoritas masih dihasilkan dari pembangkit listrik berbahan dasar batubara yang menghasilkan emisi gas buang cukup besar. Hal tersebut ia ungkapkan, Selasa (02/07/2024).

"Di Sulawesi sendiri, smelter yang ada disini, mengkonsumsi kurang lebih 20 GW, dan itu didominasi dari batubara, jadi kalau dihitung emisi karbonnya ini sekian juta ton, nah ini tentu saja akan menjadi satu tantangan ya buat industri-industri smelter yang ada di sini," ungkapnya.

Arifin menambahkan, tantangan ini semakin berat karena dunia kini menuntut produk-produk hasil dari pemanfaatan energi bersih. Negara-negara Eropa, misalnya, sudah berpacu untuk mendorong penggunaan energi bersih dan mulai menerapkan mekanisme yang disebut 'Cross Border Carbon Mechanism'.

“Negara Eropa sudah berpacu untuk mendorong pemakaian energi bersih dan sudah mulai menerapkan mekanisme yang disebut 'Cross Border Carbon Mechanism', nanti disitu ada masalah perpajakan emisi gas CO2 ke depan," ujarnya.

Saat ini, pemerintah sedang menyusun rencana untuk menyediakan tenaga listrik dengan energi yang memiliki emisi karbon rendah. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat besar, termasuk prospek sumber gas di Blok Masela yang akan mulai produksi pada tahun 2030 dengan proyeksi 10,5 juta ton LNG per tahun. Selain itu, ada juga lapangan milik ENI di Selat Makassar yang akan produksi pada tahun 2027-2028, serta satu blok di Sumatera Bagian Utara, yakni Blok Andaman.

Potensi besar lainnya adalah energi matahari dan angin di Indonesia. Namun, karena terbatasnya industri pendukung, potensi besar tersebut belum mampu dimanfaatkan secara optimal. Potensi hidro yang berlokasi di Kalimantan Utara dan Papua juga belum dimaksimalkan.

Dengan memanfaatkan potensi-potensi energi bersih tersebut, produk-produk yang dihasilkan dapat berasal dari energi rendah emisi sehingga harganya bisa kompetitif.

"Tentu saja itu bisa menjadi peluang besar yang bisa ditangkap oleh industri, bagaimana kita itu bisa menyiapkan produk-produk yang didukung oleh energi bersih untuk bisa bersaing secara global. Produk kita pun juga tidak tergantung kepada satu pasar yang belum menerapkan Cross Border Carbon Mechanism, karena produknya sudah standar internasional dan kompetitif," pungkasnya.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Kementerian ESDM

Index

Berita Lainnya

Index