Listrik Indonesia | Belum lama ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memutuskan untuk membatalkan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBET). Salah satu penyebab utamanya adalah adanya perbedaan pandangan terkait skema Power Wheeling yang tercantum dalam RUU tersebut. Skema ini menuai banyak kritik dari pelaku industri energi, yang memandangnya sebagai langkah kontroversial.
Apa Itu Power Wheeling?
Power Wheeling adalah mekanisme transfer energi listrik yang memungkinkan pembangkit listrik swasta untuk menggunakan jaringan transmisi dan distribusi PLN guna mengalirkan listrik ke konsumen. Meskipun terdengar menjanjikan, skema ini justru memicu banyak perdebatan. Jadi, apa masalahnya?
Menurut anggota Masyarakat Energi Baru Terbarukan Indonesia (METI), Riki Firmandha, klausul tentang Power Wheeling sebenarnya telah dua kali dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Klausul Power Wheeling sudah dua kali dibatalkan oleh MK. Jadi, mengapa pembahasannya masih terus dibahas, padahal sudah dinyatakan melanggar hukum?” ujar Riki dalam pernyataannya yang dimuat oleh berbagai media.
Riki juga menyoroti risiko yang ditimbulkan oleh penerapan skema ini. Menurutnya, Power Wheeling bisa menyebabkan perbedaan harga listrik energi terbarukan dari yang telah ditetapkan pemerintah. “Proses distribusi listrik ini juga akan membuat biaya energi semakin mahal, karena negara akan kesulitan menentukan tarif dasar listrik yang adil,” tambahnya.
Kritik dari Asosiasi
Ketua Umum Asosiasi Produsen dan Pemanfaat Listrik Tenaga Angin (APPLTA), Zulfan Zahar, juga mengutarakan ketidaksetujuannya terhadap Power Wheeling. Menurutnya, kebijakan ini tidak layak diterapkan saat ini karena infrastruktur yang ada belum memadai.
"Kami secara terang-terangan tidak mendukung Power Wheeling, karena listrik yang dihasilkan dalam kondisi infrastruktur yang belum siap tidak akan layak secara komersial," ujar Zulfan dalam sebuah forum bertajuk Menuju Indonesia Hijau: Inovasi Energi dan Sumber Daya Manusia yang digelar di Jakarta pada Selasa (17/9/2024).
Meski skema ini bertujuan untuk membuka peluang bagi sektor swasta, Zulfan menegaskan bahwa tanpa adanya infrastruktur transmisi yang memadai, daya saing listrik yang dihasilkan akan melemah.
Pandangan Pengamat Energi
Pengamat energi dari Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, juga turut memberikan pandangannya. Menurut Marwan, pengelolaan sistem ketenagalistrikan sebaiknya tetap berada di bawah PLN sebagai satu-satunya entitas yang berwenang menjual listrik kepada masyarakat.
"Sistem ketenagalistrikan sebaiknya dijalankan sesuai dengan aturan yang ada. Dalam hal ini, hanya PLN yang berhak menjual listrik kepada masyarakat," tegasnya.
Dengan berbagai kritik dan penolakan yang muncul, skema Power Wheeling ini tampaknya akan terus menjadi perdebatan dalam upaya pemerintah mengembangkan energi baru terbarukan di Indonesia.
“Sistem ketenagalistrikan sebaiknya dijalankan sesuai aturan saja. Dalam hal ini, yang bisa menjual listrik ke masyarakat hanya PLN,”ujarnya.
