Listrik Indonesia | PT PLN (Persero) menegaskan komitmennya untuk membuka ruang investasi energi baru terbarukan (EBT) yang lebih inklusif, baik untuk proyek skala besar maupun kecil. Hal ini disampaikan oleh Daniel KF Tampubolon, Executive Vice President (EVP) Aneka Energi Baru Terbarukan PLN, dalam Indonesia Solar Summit 2025. Kamis, (11/9/2025).
“Inklusivitas menjadi kunci. Baik skala utilitas besar maupun skala kecil di desa, semuanya menyimpan pembelajaran penting. PLN siap hadir sebagai off-taker untuk memastikan keberlanjutan investasi,” ujar Daniel.
Daniel menyinggung bahwa sejumlah proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) skala kecil di masa lalu seringkali berakhir mangkrak. Hal ini terjadi karena skema bisnis dan mekanisme tarif belum matang, meski banyak proyek tersebut lahir dari niat baik lembaga nasional maupun internasional.
“Dulu banyak PLTS dibangun dengan itikad positif, tapi tanpa skema bisnis yang jelas. Sekarang, PLN siap menjadi off-taker agar energi dari proyek-proyek itu benar-benar termanfaatkan dan memberi manfaat bagi masyarakat,” jelasnya.
PLN juga memberi perhatian khusus pada program elektrifikasi desa. Daniel mencontohkan di Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah ada hampir 20 pulau kecil yang berhasil menjadi 100% Green Island, dengan seluruh kebutuhan listriknya dipenuhi dari energi terbarukan.
Namun, di lapangan terdapat tantangan teknis, terutama terkait penyimpanan energi. “Baterai memang semakin murah, tapi belum sepenuhnya kompetitif. Karena itu, kami lakukan demand-side management manual. Misalnya operator memberi informasi ke warga lewat grup WhatsApp, kapan bisa menggunakan listrik optimal sesuai kondisi cuaca,” terang Daniel.
Selain itu, PLN juga melibatkan masyarakat lokal sebagai operator. Anak-anak muda desa dilatih menjadi “local heroes” yang mengelola dan merawat infrastruktur energi. “Dengan begitu ada rasa memiliki, kebanggaan, sekaligus jaminan keberlanjutan aset di daerah terpencil,” tambahnya.
Skema Kolaborasi dengan BUMDes dan BUMD
Dalam mendukung keberlanjutan energi terbarukan di desa, PLN membuka skema kerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) maupun BUMD. Jika kapasitas pengelolaan lokal masih terbatas, PLN siap turun tangan mengoperasikan pembangkit agar aset tidak terbengkalai.
“Kami fleksibel. Tujuan utamanya adalah listrik tetap mengalir dan manfaat ekonominya dirasakan masyarakat,” kata Daniel.
Smart Grid Jadi Syarat Transisi Energi
Mengenai kesiapan PLN menghadapi penetrasi energi terbarukan yang semakin besar, Daniel menegaskan bahwa transisi energi tidak bisa dipisahkan dari pembangunan smart grid.
“No energy transition without smart grid. Itu bukan jargon, tapi mandatori. Kita perlu jaringan pintar agar bisa mengatur fluktuasi pasokan EBT,” tegasnya.
PLN sendiri telah menguji coba teknologi smart micro grid di beberapa wilayah, seperti Semau, dengan mengintegrasikan panel surya, baterai, dan diesel backup. Sistem otomatisasi hingga 32 state operation diterapkan agar pemanfaatan energi terbarukan berjalan optimal.
Ke depan, tantangan terbesar ada pada skala besar, baik dari sisi teknologi maupun pembiayaan. Namun, Daniel optimistis bahwa inklusivitas investasi, keterlibatan masyarakat, dan penguatan smart grid akan menjadi fondasi penting dalam perjalanan transisi energi Indonesia.
