Listrik Indonesia | Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah sepakat membawa Rancangan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN) ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Keputusan ini diambil setelah delapan fraksi dan perwakilan pemerintah menyatakan persetujuan pada pembahasan tingkat pertama.
Salah satu poin utama dalam RUU ini adalah larangan rangkap jabatan bagi menteri maupun wakil menteri di lingkungan BUMN. Aturan tersebut berlaku bagi jabatan direksi, komisaris, maupun dewan pengawas. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-23 Romawi G25, yang menegaskan pentingnya pemisahan peran agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam tata kelola perusahaan negara.
Perubahan besar lainnya adalah transformasi kelembagaan. Kementerian BUMN akan berganti nama menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN), yang berperan sebagai regulator. Sementara itu, Danantara akan bertindak sebagai operator. Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa detail pembagian tugas antara BP BUMN dan Danantara akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Menariknya, pembahasan RUU ini berlangsung sangat singkat, hanya memakan waktu empat hari. Kecepatan tersebut dipengaruhi oleh adanya putusan Mahkamah Konstitusi serta berbagai masukan dari masyarakat yang mendorong percepatan pembahasan.
Dengan pengesahan ini, lanskap tata kelola BUMN dipastikan akan berubah signifikan, baik dari sisi kelembagaan maupun aturan main. Rapat paripurna yang akan datang menjadi penentu resmi berlakunya perubahan besar ini.
RUU BUMN Disahkan, Menteri dan Wamen Dilarang Rangkap Jabatan di BUMN
Ilustrasi Rangkap Jabatan
.jpg)
