Reformasi Tambang, Solusi di Tengah Masalah Lingkungan dan Minimnya Kontribusi APBN

Kamis, 25 September 2025 | 11:35:32 WIB
Gambar ilustrasi reformasi di sektor pertambangan.

Listri Indonesia | Komisi XII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta direksi PT Bharinto Ekatama, PT Insani Bara Perkasa, dan PT Singlurus Pratama, di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (23/9/2025).

Dalam forum tersebut, Anggota Komisi XII DPR RI Totok Daryanto menekankan perlunya reformasi sektor pertambangan, terutama terkait tanggung jawab lingkungan pascatambang. Menurutnya, reformasi harus mencakup tiga aspek utama: kelestarian lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan keberlangsungan usaha.

“Reformasi itu harus menjamin lingkungan hidup dijaga, kelestarian terpelihara, kesejahteraan rakyat tercapai, dan dunia usaha tetap berjalan sehat,” ujarnya.

Totok juga menyoroti pengelolaan pertambangan yang belum sepenuhnya mencerminkan amanat konstitusi, yaitu pemanfaatan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat. 

“Kalau bicara pengelolaan pertambangan, memang ada sesuatu yang salah yang harus kita akui. Presiden sudah mengingatkan, konstitusi jelas mengatakan hasil tambang itu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tapi kalau kita lihat di APBN, kontribusinya masih sangat kurang,” kata Totok.

Data Kementerian ESDM menunjukkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara tahun 2024 mencapai sekitar Rp145 triliun, turun dibandingkan capaian tahun 2022 yang sempat menembus Rp180 triliun. Penurunan ini terutama dipengaruhi pelemahan harga komoditas global, khususnya batubara. Meski kontribusinya cukup besar, DPR menilai angka tersebut belum mencerminkan potensi pertambangan Indonesia.

Selain isu fiskal, persoalan lingkungan pascatambang juga menjadi perhatian. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat masih terdapat ribuan lubang bekas tambang yang belum direklamasi di Kalimantan dan Sumatera. Kondisi tersebut menimbulkan risiko keselamatan masyarakat, pencemaran air tanah, hingga konflik lahan.

Komisi XII menegaskan bahwa perusahaan tambang harus memenuhi kewajiban reklamasi dan pascatambang sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang telah diperbarui melalui UU No. 3 Tahun 2020.

Tags

Terkini