Listrik Indonesia | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau yang dikenal sebagai Ahok, berkaitan dengan dugaan kerugian keuangan negara yang terjadi dalam pengadaan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG).
Perkara ini sebelumnya melibatkan mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan, yang telah dijerat oleh KPK atas dugaan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,1 triliun akibat kontrak pengadaan LNG.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan Ahok diminta memberikan keterangannya dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait pengetahuannya tentang potensi kerugian keuangan negara dalam proses pengadaan tersebut, Rabu (08/11/2023).
“Dikonfirmasi pengetahuannya terkait adanya dugaan kerugian keuangan negara dalam pengadaan tersebut,” katanya.
Selain dimintai keterangan mengenai dugaan kerugian keuangan, Ahok juga diminta memberikan informasi tentang bagaimana rekomendasi pengadaan LNG di PT Pertamina pertama kali muncul.
Setelah menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Ahok enggan memberikan komentar yang mendalam terkait perbedaan argumen antara KPK dan Karen terkait kontrak tersebut.
“Kontraknya panjang. Makanya ini jadi bahan di sini lah, kamu tanya sama mereka (penyidik),” kata Ahok.
Karen mengklaim kontrak tersebut justru menguntungkan perusahaan minyak negara.
Kasus ini menyoroti dugaan bahwa Karen Agustiawan secara sepihak memutuskan kontrak dengan CCL LLC AS tanpa melakukan analisis menyeluruh.
KPK menyimpulkan bahwa tindakan Karen tidak mendapatkan persetujuan dari pemerintah sebagai pemegang saham Pertamina. Selain itu, tindakan korporatif yang dilakukan oleh Karen tidak berjalan dengan baik.
Akibatnya, seluruh kargo LNG yang dibeli oleh Pertamina dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik, mengakibatkan kelebihan pasokan LNG yang tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
Pertamina terpaksa menjual LNG dengan kerugian di pasar internasional, yang menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 2,1 triliun.
