Listrik Indonesia | Pengamat energi nuklir, Heddy Krishyana Suyarto mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Hal tersebut ia ungkapkan melalui dokumen yang berjudul “Masa Depan Energi Bersih di Indonesia: PLTN sebagai Solusi Menuju Net Zero Emission 2060” yang diterima Listrikindonesia.com pada Selasa (29/10/2024).
Komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 membuat PLTN dipertimbangkan sebagai salah satu opsi untuk menggantikan batubara. Sebagai pembangkit energi dengan emisi karbon mendekati nol, PLTN memiliki potensi besar untuk mendukung kebutuhan listrik bersih. Namun, kesiapan infrastruktur dan penerimaan publik masih menjadi tantangan signifikan yang perlu diatasi.
Salah satu hambatan terbesar adalah ketidaksiapan infrastruktur. Pembangunan PLTN memerlukan waktu yang panjang, rata-rata sekitar 7 hingga 10 tahun dari tahap perencanaan hingga operasional. Selain itu, pengelolaan limbah nuklir menjadi isu krusial.
Meskipun teknologi seperti TMSR500 mampu mempercepat pembangunan dan menghasilkan limbah radioaktif lebih sedikit dibandingkan reaktor konvensional, penanganan limbah jangka panjang tetap menjadi tantangan. Untuk mengatasinya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) perlu mengembangkan fasilitas penyimpanan limbah yang aman dan berkelanjutan.
Kekhawatiran masyarakat atas risiko keselamatan juga menjadi penghalang besar. "Trauma" dari insiden seperti Chernobyl dan Fukushima masih membekas di benak publik, meskipun teknologi nuklir telah berkembang jauh lebih aman.
Menurut Heddy, edukasi dan sosialisasi publik perlu ditingkatkan agar masyarakat memahami manfaat dan upaya keselamatan dari teknologi nuklir ini. Pemerintah dan pemangku kepentingan perlu memberikan informasi transparan, mencakup bagaimana PLTN dapat membantu Indonesia mencapai NZE dengan tetap memprioritaskan keselamatan masyarakat dan lingkungan.
Heddy menyarankan sejumlah langkah untuk memuluskan jalan implementasi PLTN di Indonesia.
Pertama, perlu persiapan infrastruktur dan regulasi yang mendukung pengembangan teknologi Molten Salt Reactor (MSR), serta pemilihan lokasi aman dari risiko bencana alam seperti gempa dan tsunami.
Selain itu, persiapan fasilitas penyimpanan limbah lestari dan pelatihan tenaga ahli nuklir sangat penting untuk menjamin kelancaran pengelolaan PLTN.
Selain kesiapan internal, Heddy juga menekankan pentingnya kerja sama internasional dengan memanfaatkan pengalaman dan teknologi dari negara-negara yang telah berhasil mengembangkan PLTN, Indonesia dapat memperoleh transfer teknologi, pelatihan, serta dukungan regulasi yang diperlukan.
Dengan berbagai persiapan yang matang, PLTN dapat menjadi salah satu solusi transisi energi menuju kemandirian dan keberlanjutan energi di Indonesia. Namun, jalan menuju pemanfaatan nuklir sebagai sumber energi bersih masih panjang dan penuh tantangan.
.jpg)
