Listrik Indonesia | Ada kekhawatiran yang terus bergulir pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat yang ke-47. Bahkan sejumlah negosiator Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) juga ketar-ketir dibuatnya. Dikatakan bahwa Trump akan menyulitkan negosiasi pertemuan iklin yang akan digelar di Baku, Azerbaijan, mulai 11 November 2024 nanti.
Sejumlah kalangan menilai kemenangan Trump itu akan kian menekan Eropa dan China dalam memimpin komunitas dunia dalam mengatasi isu perubahan iklim. Prediksi negatif terhadap Trump bukannya tanpa sebab. Konon selama kampanye Capres, Trump menyindir bahwa perubahan iklim adalah “hoaks besar”.
Bahkan dalam pidatonya beberapa waktu lalu, Trump secara terang-benderang akan mendorong ekspansi minyak dan gas. “We will drill, baby, drill (kita akan mengebor migas)," kata Trump. Oleh karenanya, para ahli khawatir janji Trump itu akan meningkatkan emisi. Padahal global tengah berupaya mengurangi perubahan iklim.
"Hasil dari pilpres ini akan dilihat sebagai pukulan telak bagi aksi iklim global," kata mantan kepala iklim PBB dan arsitek Perjanjian Paris Christiana Figueres dalam sebuah unggahan di media sosial, Rabu (6/11/2024).
Dengan masuknya kembali Trump ke Gedung Putih, para ahli menilai usaha global untuk mencegah terjadinya krisis iklim akan mentok. Lebih ekstrem lagi, ada yang mengatakan bahwa dengan terpilihnya Trump menjadi Presiden Amerika Serikat itu akan membuat AS keluar dari Perjanjian Pari (Paris Agreement).
Apakah ini benar adanya atau hoaks semata? Menarik untuk ditunggu aksi lanjutan Mr. President Donald Trump.