Listrik Indonesia | Penerapan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) berpotensi menimbulkan dampak serius bagi industri dalam negeri Indonesia, khususnya sektor otomotif dan elektronik. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengingatkan bahwa kebijakan tersebut dapat memangkas ekspor dan mengguncang stabilitas tenaga kerja nasional.
“Antara 2019 hingga 2023, rata-rata pertumbuhan ekspor otomotif Indonesia ke AS mencapai 11%. Jika tarif impor dinaikkan secara signifikan, angka ini berisiko anjlok bahkan menjadi negatif,” ujar Bhima pada Jumat (4/4/2025).
Ia menambahkan, kenaikan tarif akan memicu efek domino. Konsumen di AS harus menghadapi lonjakan harga kendaraan, yang bisa menekan angka penjualan. Jika daya beli menurun, perlambatan ekonomi AS tak terelakkan.
“Ekonomi Indonesia sangat terhubung dengan AS. Setiap penurunan 1% dalam pertumbuhan ekonomi AS bisa menyeret pertumbuhan ekonomi Indonesia turun sebesar 0,08%,” jelasnya.
Di sisi lain, Bhima menyoroti bahwa produsen otomotif nasional tidak dapat dengan mudah mengalihkan produk ekspor ke pasar dalam negeri. Hal ini karena perbedaan spesifikasi kendaraan yang diproduksi untuk pasar ekspor dan domestik.
Dampaknya pun berpotensi mengganggu kelangsungan operasional industri. “Situasi ini bisa memicu gelombang PHK dan pengurangan kapasitas produksi,” tambahnya.
Tak hanya otomotif, industri elektronik nasional juga dinilai rentan terdampak. Pasalnya, komponen elektronik merupakan salah satu produk ekspor unggulan Indonesia ke AS, sekaligus bagian penting dalam rantai pasok otomotif.
“Jadi bukan cuma sektor otomotif yang terancam, tapi industri elektronik nasional pun bisa terkena imbas besar,” pungkas Bhima.(KDR)
Ancaman Tarif Resiprokal dari AS, Ekspor Otomotif dan Elektronik RI Terancam, PHK Massal Mengintai
Ilustrasi Donald Trump/Dok.Ist
.jpg)
