Listrik Indonesia | Teknologi kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT memicu lonjakan besar dalam konsumsi energi. Satu kali pencarian menggunakan ChatGPT, misalnya, memerlukan energi hingga sepuluh kali lebih banyak dibandingkan pencarian Google. Kebutuhan energi yang melonjak ini sedang mengubah cara dunia, terutama Amerika Serikat, merencanakan masa depan energi. Di tengah situasi ini, energi nuklir kembali menjadi sorotan.
Permintaan energi global diperkirakan akan meningkat antara 30% hingga 75% pada tahun 2050. Di Amerika Serikat, jaringan energi menghadapi tekanan besar akibat kebutuhan yang dipicu oleh elektrifikasi, pusat data, dan pengembangan AI. Data dari Departemen Energi menunjukkan bahwa pusat data yang mendukung AI membutuhkan daya setara dengan konsumsi energi sebuah kota besar. Hal ini memicu ketertarikan baru pada energi nuklir, terutama karena energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin bersifat intermiten, sementara nuklir menawarkan energi bebas emisi yang tersedia sepanjang waktu.
Perusahaan teknologi besar seperti Amazon, Microsoft, Google, dan Meta memimpin investasi dalam energi nuklir. Amazon, misalnya, telah membeli pusat data senilai $650 juta di Pennsylvania dan menginvestasikan $500 juta lebih untuk proyek nuklir di beberapa negara bagian. Microsoft bekerja sama dengan Constellation Energy untuk menghidupkan kembali fasilitas nuklir Three Mile Island, sementara Bill Gates melalui TerraPower membangun reaktor baru di Wyoming. Google bermitra dengan startup Kairos Power untuk membawa reaktor canggih daring dalam dekade mendatang. Meta juga berencana menambah kapasitas energi baru sebesar 1-4 gigawatt.
Solusi SMR: Reaktor Modular Kecil
Salah satu inovasi utama dalam energi nuklir adalah Small Modular Reactors (SMR) atau reaktor modular kecil. SMR menawarkan kapasitas produksi energi sekitar 300 megawatt, lebih kecil dibandingkan reaktor tradisional yang menghasilkan hingga 1 gigawatt. Desain modular memungkinkan perakitan di pabrik sebelum dipasang di lokasi, sehingga mengurangi biaya dan waktu konstruksi. Meskipun menjanjikan, SMR baru diharapkan mulai beroperasi pada 2030-an, dengan tantangan regulasi dan teknis yang masih harus diatasi.
Energi nuklir menghadapi tantangan besar, termasuk persepsi publik yang dipengaruhi oleh kecelakaan seperti Chernobyl, Three Mile Island, dan Fukushima. Namun, peningkatan kesadaran akan keamanan dan efektivitas nuklir mulai mengubah pandangan masyarakat. Biaya besar menjadi hambatan lain, tetapi perusahaan teknologi dengan sumber daya melimpah siap berinvestasi untuk memastikan stabilitas dan keberlanjutan energi masa depan.
Di tengah semua tantangan ini, momentum menuju kebangkitan nuklir jelas terlihat. Dengan langkah-langkah inovatif dan investasi strategis, teknologi besar sedang membuka jalan menuju era baru energi yang berkelanjutan. Dunia yang dibangun di atas AI membutuhkan energi melimpah, dan energi nuklir menjadi solusi kunci untuk mencapai visi tersebut.
.jpg)
