Listrik Indonesia | Pemerintah tengah mengkaji peningkatan tarif royalti untuk sektor mineral dan batu bara guna memperkuat perekonomian nasional. Langkah ini diwujudkan melalui revisi dua regulasi, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2022 untuk mineral dan PP No. 15 Tahun 2022 untuk batu bara.
Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengungkapkan empat manfaat utama dari kebijakan ini.
1. Meningkatkan Penerimaan Negara
Di tengah tren penurunan harga komoditas, kenaikan royalti dapat menjaga pendapatan negara dari sektor minerba. Dalam setahun terakhir, harga batu bara mengalami penurunan hingga 24%, sementara harga nikel turun 3,5%. Situasi ini berpotensi mengurangi penerimaan negara secara signifikan.
"Penyesuaian tarif royalti diperlukan untuk menopang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) saat volume produksi menurun," ujar Bhima kepada Warta Ekonomi, Selasa (25/5/2025).
2. Mendorong Diversifikasi Usaha
Kenaikan tarif royalti juga dapat mendorong pergeseran investasi dari sektor minerba ke sektor yang lebih berkelanjutan.
"Dengan tarif royalti yang lebih tinggi, pelaku usaha akan mendapat disinsentif untuk terus bergantung pada sektor minerba. Ini bisa menjadi momentum bagi mereka untuk mulai beralih ke energi terbarukan," jelasnya.
3. Memperketat Pengawasan Ekspor Ilegal
Regulasi baru ini juga diharapkan dapat mengurangi lonjakan ekspor ilegal yang kerap terjadi di sektor minerba. Dengan tarif yang lebih tinggi, pengawasan terhadap aktivitas ekspor dapat diperketat, sehingga potensi kebocoran pendapatan negara bisa diminimalisir.
4. Memperluas Ruang Fiskal untuk Energi Baru dan Terbarukan (EBT)
Pendapatan tambahan dari kenaikan royalti dapat digunakan untuk mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Studi Celios mengungkap bahwa transisi energi memiliki dampak besar terhadap perekonomian nasional, dengan potensi meningkatkan output ekonomi hingga Rp 4.376 triliun.
Selain itu, peralihan dari batu bara ke EBT diprediksi dapat menambah Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 2.943 triliun dalam 10 tahun ke depan, atau setara 14,3% dari PDB Indonesia pada 2024. Sektor ini juga berpotensi menciptakan 19,4 juta lapangan kerja baru.
Namun, Bhima mengingatkan bahwa peningkatan royalti harus tetap diarahkan untuk mendukung ketahanan energi dan transisi ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
"Yang terpenting, kenaikan royalti ini jangan sampai digunakan untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan ketahanan dan transisi energi," tegasnya.(KDR)
