PLTN Bisa Jadi Solusi, Tapi Pemerintah Harus Siap Hadapi Tantangan Ini

PLTN Bisa Jadi Solusi, Tapi Pemerintah Harus Siap Hadapi Tantangan Ini
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) .

Listrik Indonesia | Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) oleh pemerintah Indonesia pada periode 2030–2032 mulai mendapat perhatian dari kalangan akademisi dan pelaku industri. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa rencana tersebut akan segera disampaikan kepada Presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Dosen Ilmu Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (UNAIR), Rumayya Batubara, menyampaikan pandangannya mengenai potensi dan tantangan dari proyek ini. Menurutnya, kebutuhan energi Indonesia yang besar menjadikan PLTN sebagai alternatif yang layak untuk dikembangkan.

“Kita salah satu negara dengan kebutuhan energi terbesar di dunia. Ini bisa jadi magnet bagi investor, baik asing seperti dari Rusia dan Amerika, maupun domestik seperti BUMN energi,” jelasnya.

Dalam dokumen Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, PLTN sudah direncanakan untuk berkontribusi sebesar 1 gigawatt terhadap pasokan listrik nasional. Rumayya menambahkan bahwa keberadaan PLTN berpotensi memberikan manfaat khusus bagi daerah-daerah di luar Pulau Jawa yang hingga kini masih mengalami gangguan pasokan listrik secara berkala.

Tantangan Regulasi dan Teknologi

Meski memiliki prospek investasi yang terbuka, pembangunan PLTN juga menyimpan berbagai tantangan teknis dan regulasi. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan dukungan industri dalam negeri. Menurut Rumayya, aspek ini sangat menentukan keberhasilan proyek.

“Ini industri high-tech. Kalau kita tak punya SDM dan material pendukung, risikonya besar, baik dari sisi ekonomi maupun keselamatan,” tuturnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya pengelolaan limbah nuklir yang aman, serta perlunya insentif fiskal yang mendorong investor masuk. Menurutnya, perencanaan yang matang dalam kebijakan lintas sektor akan sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan proyek ini.

“Tanpa regulasi yang matang, proyek ini bisa tertunda atau bahkan gagal. Perlu juga kontrak jangka panjang dengan PLN agar listrik dari PLTN benar-benar tersalurkan,” tambahnya.

Dampak Ekonomi dan Biaya Listrik

Dilihat dari sisi ekonomi, pengembangan PLTN berpotensi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), terutama dalam lima tahun pertama. Rumayya menyebut bahwa sektor konstruksi dan industri pendukung dapat menyerap banyak tenaga kerja.

“Dalam lima tahun pertama, sektor konstruksi dan industri pendukung akan mendorong PDB. Bahkan bisa menyerap hingga 30 ribu tenaga kerja langsung,” ungkapnya.

Selain itu, setelah PLTN mulai beroperasi, diharapkan biaya listrik menjadi lebih terjangkau, sehingga memberikan dampak positif bagi daya saing industri nasional.

Terkait efisiensi energi, Rumayya menyampaikan bahwa PLTN memiliki potensi untuk menurunkan tarif listrik hingga sekitar Rp1.000 per kilowatt-jam. Namun, ia mengingatkan adanya potensi pembengkakan biaya konstruksi yang dapat berdampak pada harga listrik ke konsumen.

“Kalau biaya membengkak, tarif bisa naik sampai 0,12 USD/kWh, lebih mahal dari rata-rata biaya produksi PLN saat ini, yakni 0,07 USD/kWh,” ujarnya.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#PLTN

Index

Berita Lainnya

Index