Current Date: Minggu, 28 September 2025

Sudah Produksi Ratusan Ribu Ton Katoda, Tapi Siapa yang Pakai?

Sudah Produksi Ratusan Ribu Ton Katoda, Tapi Siapa yang Pakai?
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas

Listrik Indonesia | Transformasi ekonomi melalui hilirisasi dipastikan akan terus menjadi strategi utama Indonesia dalam mendorong nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, menegaskan bahwa komitmen ini tidak hanya dipegang oleh pemerintah saat ini, tetapi sudah menjadi arah pembangunan jangka panjang nasional.

"Hasilnya sudah terlihat, terutama di sektor nikel. Nilai ekspor nikel yang awalnya hanya sekitar USD2 miliar, kini melonjak menjadi lebih dari USD30 miliar. Contoh lainnya, sawit yang dulu hanya dalam bentuk bahan mentah, sekarang sudah masuk ke produk turunan seperti minyak olahan," ujar Tony dalam siara dialognya, dikutip Senin, (16/6).

Namun di sisi lain, ia mengakui bahwa tidak semua sektor hilirisasi berjalan mulus. Masih banyak industri yang belum siap secara infrastruktur maupun rantai pasok lanjutan. Salah satu contohnya adalah produk katoda tembaga. Menurut Tony, meski PT Smelting telah mampu memproduksi sekitar 300.000 ton katoda tembaga per tahun, setengah dari jumlah itu masih harus diekspor karena rendahnya serapan industri dalam negeri.

"Kalau kami produksi sampai 500 ribu ton, bisa-bisa 100 persen diekspor. Itu berarti industri pengguna katoda di dalam negeri belum tumbuh optimal. Tapi sekarang sudah mulai ada harapan. Contohnya, Hailiang dari Tiongkok sedang bangun pabrik copper foil untuk kebutuhan baterai listrik yang akan menyerap 100 ribu ton per tahun. Ini langkah awal yang bagus," paparnya.

Tony menyebut bahwa keberhasilan hilirisasi tak cukup hanya mengandalkan kesiapan pelaku industri. Kebijakan pemerintah memegang peran besar, terutama dalam memberikan insentif fiskal, kemudahan administratif, serta kepastian hukum yang menarik bagi investor.

"Indonesia sudah punya insentif seperti tax holiday, tax allowance, dan pembebasan bea masuk. Tapi pertanyaannya: apakah ini cukup menarik dibanding negara lain? Kalau kita bandingkan dengan Vietnam atau Malaysia, kadang kita masih kurang kompetitif," katanya.

Ia juga menyoroti bahwa tidak semua jenis hilirisasi bisa digeneralisasi. Tiap sektor punya karakter dan tahapan sendiri. Ada sektor yang hanya bisa berhenti di tahap tertentu, tapi ada juga yang bisa didorong sampai tahap paling hilir langsung ke produk jadi siap pakai.

Pemerintah bersama Kementerian Investasi dan Kementerian Perindustrian kini telah membuat peta besar hilirisasi berbentuk “pohon industri”. Di dalamnya tergambar jelas bagaimana satu komoditas bisa diturunkan ke berbagai cabang industri lanjutan. Namun menurut Tony, tantangan ke depan adalah bagaimana membuat “pohon” itu benar-benar tumbuh dengan “daun dan buah” alias hasil nyata berupa produk industri lanjut.

Kondisi ekonomi dan politik Indonesia yang stabil dalam beberapa tahun terakhir juga turut mendukung semangat hilirisasi. “Pertumbuhan ekonomi stabil di kisaran 5 persen, bahkan saat pandemi pun kontraksinya tidak terlalu dalam. Stabilitas politik di masa pemerintahan Presiden Jokowi dan sekarang dilanjutkan oleh Pak Prabowo juga menjadi faktor penting untuk menarik minat investor,” tambah Tony.

Ia optimistis bahwa program-program sosial seperti makanan bergizi gratis hingga pembangunan 3 juta rumah per tahun yang dijanjikan pemerintahan baru akan memperkuat daya beli masyarakat dan memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.

“Semakin cepat pertumbuhan ekonomi, maka efek ganda bagi industri dan investasi juga akan semakin besar. Dan ini akan memperkuat posisi hilirisasi sebagai motor utama ekonomi nasional ke depan,” tutup Tony.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#PT Freeport Indonesia

Index

Berita Lainnya

Index