Listrik Indonesia | Indonesia dan Bangladesh menegaskan komitmen untuk mempererat kemitraan di sektor energi. Kesepakatan tersebut dibahas dalam The First Indonesia-Bangladesh Joint Committee Meeting on Energy yang digelar di Yogyakarta, Jumat (22/8), sebagai tindak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) mengenai kerja sama energi pada 4 September 2023. Pertemuan ini dipandang sebagai tonggak penting dalam memperkuat hubungan strategis kedua negara.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, selaku ketua delegasi Indonesia, menekankan urgensi kerja sama ini di tengah dinamika energi global.
“Indonesia dan Bangladesh sama-sama menghadapi tantangan besar, yakni menjaga ketahanan energi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus melaksanakan transisi menuju sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan,” ujarnya.
Perdagangan Energi dan Peluang Kolaborasi
Hubungan ekonomi kedua negara selama ini sudah terjalin erat. Nilai perdagangan bilateral pada 2024 tercatat mencapai USD 2,94 miliar, dengan ekspor batu bara Indonesia yang mendominasi sebesar USD 1,05 miliar atau sekitar 13,2 juta ton. Selain batu bara, Indonesia juga memasok minyak sawit, arang besi (clinker), dan produk kimia, sementara Bangladesh mengekspor tekstil, produk anyaman, hingga alas kaki ke pasar Indonesia.
Indonesia menyatakan kesiapan untuk terus memenuhi kebutuhan energi Bangladesh, terutama dalam penyediaan batu bara yang stabil dan terjangkau. Selain itu, Indonesia berkomitmen mengembangkan teknologi batu bara bersih serta memperluas kerja sama energi terbarukan. Dengan kapasitas pembangkit listrik nasional yang telah mencapai 105 GW hingga pertengahan 2025—di mana 15 persen berasal dari energi terbarukan—Indonesia optimistis bisa menjadi mitra strategis Bangladesh.
Di luar penyediaan energi, kerja sama juga mencakup pengembangan sumber daya manusia. Dua politeknik di bawah Kementerian ESDM, yakni Politeknik Energi dan Mineral Akamigas Cepu serta Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung, disiapkan untuk mendukung peningkatan kapasitas tenaga kerja sektor energi kedua negara.
“Pertemuan ini tidak hanya mempererat persahabatan, tetapi juga membuka jalan bagi kolaborasi jangka panjang, mulai dari pembangunan infrastruktur energi, pembangkit listrik, proyek migas, hingga inisiatif energi terbarukan,” tambah Dadan.
Perspektif Bangladesh
Secretary of Power Division Bangladesh, Farzana Mamtaz, menegaskan pentingnya kerja sama ini untuk memenuhi kebutuhan energi negaranya yang terus meningkat.
“Hampir seluruh penduduk kami kini sudah memiliki akses listrik. Namun, seiring ambisi Bangladesh menjadi negara maju, permintaan energi semakin melonjak. Hal ini memerlukan inovasi dalam negeri sekaligus kemitraan internasional yang lebih kokoh. Indonesia, dengan sumber daya energi dan keahlian teknologinya, adalah mitra yang tepat sekaligus sahabat terpercaya di Asia,” ujarnya.
Bangladesh sendiri telah menerapkan Renewable Energy Policy 2025 yang menargetkan kontribusi energi terbarukan sebesar 20 persen pada 2030 dan 30 persen pada 2040. Sejumlah proyek PLTS Atap dan pembangkit angin pesisir saat ini tengah digarap secara masif. Menurut Mamtaz, pengalaman Indonesia dalam pengembangan energi terbarukan bisa mempercepat pencapaian target ambisius tersebut.
