Listrik Indonesia | PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menekankan pentingnya peningkatan investasi guna mempercepat pengembangan energi panas bumi di Indonesia, yang menjadi salah satu pilar utama dalam transisi menuju ekonomi hijau.
Direktur Keuangan PGEO, Yurizki Rio, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi panas bumi mencapai 24 gigawatt (GW), atau sekitar 40 persen dari total cadangan dunia. Namun, sejauh ini baru sebagian kecil yang berhasil dimanfaatkan secara komersial.
“Asia, termasuk Indonesia, masih sangat bergantung pada energi fosil. Agar target iklim global dapat tercapai, investasi energi bersih di Asia Tenggara harus meningkat hingga lima kali lipat, menjadi sekitar 190 miliar dolar AS per tahun pada 2035,” ujar Yurizki di Jakarta, Selasa, 7 Oktober 2025.
Ia menjelaskan, panas bumi merupakan sumber energi terbarukan yang paling stabil karena mampu menghasilkan listrik secara berkelanjutan tanpa bergantung pada kondisi cuaca. “Energi ini menjawab tiga tantangan utama — keterjangkauan, keandalan, dan keberlanjutan. Kami menyebutnya trilema energi,” tambahnya.
Meski memiliki prospek besar, pengembangan panas bumi memerlukan investasi yang cukup besar. Satu sumur pengeboran saja dapat menelan biaya sekitar USD5 hingga 6 juta , sementara risiko eksplorasinya juga tergolong tinggi.
Yurizki menegaskan, Indonesia membutuhkan investasi sekitar USD20 hingga 25 miliar per tahun di sektor energi, terutama panas bumi, tenaga surya, dan hidro. Karena itu, dukungan pembiayaan dari berbagai pihak menjadi faktor penting untuk mempercepat realisasi proyek-proyek energi hijau di tanah air.