Listrik Indonesia | Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengumumkan bahwa PT Freeport Indonesia (PTFI) memperoleh kuota relaksasi ekspor konsentrat tembaga sekitar 1 juta ton. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2025 dan berlaku selama 6 bulan sejak izin ekspor resmi diterbitkan Kementerian Perdagangan.
Kuota Ekspor Freeport dan Durasi Pengiriman
Dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Bahlil menegaskan, “Kuota ekspor untuk Freeport diperkirakan berkisar satu juta ton atau sedikit lebih tinggi.” Keputusan ini menjadi bagian dari skema relaksasi ekspor mineral untuk mendukung aktivitas industri pertambangan nasional.
Adapun izin ekspor akan aktif dalam waktu 6 bulan setelah diterbitkan, dengan pengawasan ketat terhadap realisasi pengiriman. Pemerintah menekankan pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap ketentuan yang berlaku.
Revisi RKAB dan Evaluasi Kepatuhan Freeport
Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba), Tri Winarno, menyatakan bahwa PTFI wajib merevisi Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) sebelum mengajukan permohonan izin. “Revisi RKAB akan kami evaluasi secara menyeluruh. Jika memenuhi syarat, baru proses izin ekspor dilanjutkan,” ujarnya.
Revisi RKAB dinilai krusial untuk memastikan keselarasan antara operasional tambang, pengolahan dalam negeri, dan komitmen ekspor. Pemerintah juga mengingatkan pentingnya pemenuhan kebutuhan smelter (pabrik pengolahan) dalam negeri sebagai prioritas.
Tarif Bea Keluar Minimal 7,5% untuk Ekspor Freeport
Selain kuota, Kementerian ESDM mengusung penerapan bea keluar (export duty) minimal 7,5% dari total nilai ekspor konsentrat tembaga. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendorong percepatan hilirisasi mineral.
“Tarif bea keluar tidak boleh kurang dari 7,5%. Ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah agar ekspor bahan mentah memberi manfaat optimal bagi ekonomi nasional,” tegas Tri Winarno.
