Listrik Indonesia | Presiden Prabowo Subianto meresmikan pabrik pemurnian logam mulia (Precious Metal Refinery/PMR) milik PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, pada Senin (17/3).
Dalam sambutannya, Prabowo menekankan pentingnya fasilitas ini bagi Indonesia, terutama dalam upaya meningkatkan nilai tambah hasil tambang di dalam negeri.
"Berdirinya pabrik ini merupakan langkah strategis bagi Indonesia agar tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga mampu menghasilkan produk dengan nilai ekonomi lebih tinggi. Ini sejalan dengan visi kita untuk memaksimalkan manfaat sumber daya alam bagi kepentingan nasional," ujar Prabowo.
Bagian dari Smelter Baru Freeport
Pabrik pemurnian ini merupakan bagian dari smelter baru PT Freeport Indonesia, yang sebelumnya mengalami kebakaran pada Oktober 2024. Keberadaan fasilitas ini diharapkan dapat memperkuat industri pengolahan mineral dalam negeri.
Sebagai salah satu negara dengan cadangan emas terbesar keenam di dunia, Prabowo mengingatkan pentingnya pengelolaan yang baik, termasuk dalam mengatasi permasalahan penambangan ilegal dan penyelundupan emas ke luar negeri.
"Masih ada praktik yang merugikan negara, seperti penambangan ilegal dan penyelundupan emas. Ini harus kita hentikan. Kita tidak boleh membiarkan kekayaan bangsa mengalir keluar tanpa memberikan manfaat optimal bagi rakyat. Pemerintah akan bertindak tegas dalam memberantas praktik tersebut," tegasnya.
Komitmen Freeport dan Target Produksi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa pembangunan fasilitas ini merupakan salah satu syarat yang diberikan pemerintah kepada Freeport agar dapat terus beroperasi di Indonesia.
Pada 2018, saat perpanjangan izin dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Freeport diwajibkan membangun smelter. Pembangunan fasilitas ini dimulai pada akhir 2021 dengan investasi sebesar 4,2 miliar dolar AS, menjadikannya smelter single line terbesar di dunia dengan proses pengolahan tembaga yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Dari total 3 juta ton konsentrat yang diolah di fasilitas ini, diperkirakan dapat dihasilkan sekitar 50–60 ton emas per tahun. Sementara itu, smelter di Aman memproses sekitar 900 ribu ton konsentrat yang menghasilkan 18–20 ton emas per tahun. Dengan demikian, total produksi emas dari kedua smelter ini diperkirakan mencapai 60–70 ton per tahun.
"Dengan adanya fasilitas ini, Indonesia semakin mandiri dalam mengolah sumber daya alamnya. Ini adalah langkah besar dalam mendukung kemandirian industri pertambangan nasional," pungkas Bahlil.(KDR)
