Listrik Indonesia | Industri aluminium di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, mulai dari faktor geopolitik, fluktuasi harga, hingga ketersediaan energi dan pendanaan. Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Ilhamsyah Mahendra, mengungkapkan bahwa perusahaan terus merumuskan strategi guna menghadapi dinamika ini dan memperkuat posisinya di sektor hilirisasi.
Langkah Hilirisasi dan Pengembangan Smelter
Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, Inalum fokus pada pembangunan smelter alumina refinery dan smelter aluminium. Salah satu tantangan utama dalam proyek ini adalah kebutuhan energi yang besar. Rencana pembangunan smelter aluminium kedua, misalnya, diperkirakan membutuhkan daya antara 1,2 hingga 1,4 GW. Untuk itu, Inalum terus menjalin kerja sama dengan pemerintah dan sektor energi guna menemukan solusi yang berkelanjutan.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8% di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Ilhamsyah menekankan bahwa investasi di sektor pertambangan dan pengolahan logam memegang peran kunci dalam pencapaian target ini. Saat ini, sektor tersebut menyumbang sekitar 12% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Untuk mempercepat pertumbuhan, Inalum terus mengundang investasi asing dengan menawarkan proyek-proyek strategis di bidang pengolahan mineral.
Ilhamsyah juga menyoroti pentingnya hilirisasi dalam meningkatkan nilai tambah komoditas. Sebagai ilustrasi, bijih aluminium yang hanya bernilai USD 40-50 per ton bisa meningkat menjadi USD 500-600 setelah diproses menjadi alumina. Jika diolah lebih lanjut menjadi aluminium, nilainya bisa mencapai USD 2.600-2.700 per ton. Oleh karena itu, industrialisasi harus berjalan beriringan dengan hilirisasi agar kapasitas produksi dapat terserap optimal di dalam negeri.
Keberlanjutan Program Hilirisasi
Kebijakan hilirisasi yang digagas sejak era Presiden Joko Widodo akan tetap dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo. Inalum menyambut baik komitmen ini, mengingat pembangunan smelter membutuhkan waktu 2-3 tahun sebelum dapat beroperasi penuh dan memberikan dampak nyata bagi ekonomi nasional.
Salah satu proyek utama yang tengah dikerjakan adalah pengembangan smelter di Kuala Tanjung dan Mempawah. Di Kuala Tanjung, kapasitas produksi meningkat sebesar 25.000 ton per tahun, mencapai total 275.000 ton. Hal ini berdampak langsung pada peningkatan pendapatan dan laba perusahaan. Sementara itu, di Mempawah, smelter grade alumina refinery telah mulai beroperasi sejak Januari 2024, dengan pengiriman pertama dijadwalkan pada April 2024.
Keberadaan smelter di Mempawah memberikan manfaat nyata bagi perekonomian daerah. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mempawah meningkat dari 4,07% pada 2023 menjadi 5,09% pada 2024, menjadikannya yang tertinggi di Kalimantan Barat. Selain itu, sektor usaha kecil dan menengah juga berkembang pesat, didukung oleh peningkatan jumlah tenaga kerja yang mencapai 1.000 orang pada fase awal proyek, dengan potensi bertambah hingga 10.000 pekerja seiring dengan ekspansi industri.
Dengan strategi yang terarah serta sinergi antara berbagai pemangku kepentingan, Inalum optimistis dapat memainkan peran lebih besar dalam industri aluminium nasional sekaligus berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
