Listrik Indonesia | PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) terus memperkuat langkah transisi energi bersih dengan memaksimalkan pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar pendamping batu bara di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Guna memastikan pasokan biomassa berjalan lancar dan transparan, PLN EPI mengembangkan sistem digitalisasi berbasis aplikasi.
Direktur Manajemen Pembangkitan PLN, Adi Lumakso, menyebut digitalisasi ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk mengoptimalkan skema co-firing biomassa di PLTU.
“Ini bukan sekadar peluncuran aplikasi, melainkan pembangunan ekosistem digital yang mampu memetakan, memantau, dan mengintegrasikan seluruh proses penyediaan biomassa dengan efisien dan berkelanjutan,” ujarnya.
Adi menekankan bahwa biomassa merupakan sumber energi yang dekat dengan masyarakat karena berbasis usaha rakyat, berbeda dengan sumber energi fosil seperti gas dan batu bara. Oleh karena itu, pengembangannya perlu memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat.
“Kami menargetkan pemanfaatan biomassa mencapai 10 juta ton per tahun pada 2030. Untuk itu, kami mendorong kolaborasi dengan petani dan koperasi lokal agar pasokan bisa terjamin,” tambahnya.
Sistem digital ini mencakup fitur lengkap mulai dari pemetaan lahan, pencatatan aktivitas tanam dan panen, hingga distribusi bahan baku ke titik pengumpulan. Dalam uji coba di Tasikmalaya, aplikasi ini mendapat sambutan positif dari petani karena kemudahan penggunaannya.
“Kami ingin meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam ekosistem energi baru terbarukan, sekaligus mendukung target dekarbonisasi PLN secara terstruktur,” jelas Adi.
Sementara itu, Direktur Utama PLN EPI, Iwan Agung Firstantara, menuturkan bahwa inisiatif ini dirancang tidak hanya untuk mendukung efisiensi pasokan energi, tetapi juga untuk memperkuat peran masyarakat dalam transisi menuju energi bersih.
“Konsep yang kami bangun adalah energi dari rakyat, untuk rakyat. Melalui biomassa, kita bisa menurunkan emisi sekaligus menghidupkan perekonomian desa. Ini bagian dari komitmen menuju Net Zero Emissions 2060 dengan prinsip keadilan,” ucap Iwan.
Pada tahap awal, sistem difokuskan pada pemantauan proses tanam, pencatatan hasil panen, dan distribusi ke titik pengumpulan atau Sub-Hub. Petani yang tergabung dalam program ini dapat mencatat data panen dan pengumpulan limbah biomassa melalui aplikasi seluler. Bahkan masyarakat yang belum memiliki kemitraan formal tetap bisa berpartisipasi dengan menyuplai limbah pertanian seperti ranting dan batang.
Setelah dikumpulkan di Sub-Hub, bahan baku akan diverifikasi secara digital sebelum dikirim ke fasilitas produksi utama (Hub), yang kemudian menyalurkannya ke PLTU.
Fase kedua mencakup pengendalian logistik dan pencatatan pengiriman biomassa dari Hub ke PLTU. Semua proses dilakukan secara real time, termasuk sistem transaksi berbasis marketplace internal yang memungkinkan keterhubungan langsung antara produsen dan pengguna.
Melalui sistem ini, pembangkit dapat memantau ketersediaan stok, sementara Hub dan Sub-Hub bisa merespons permintaan dengan cepat dan akurat. Selain itu, sistem juga mencatat progres pemanfaatan co-firing di setiap PLTU untuk memastikan kelangsungan program.
Menurut Iwan, sistem digital ini menjadi fondasi ketahanan energi berbasis sumber daya lokal, sekaligus mempererat hubungan antara dunia industri dan komunitas desa.
“Kami membangun jembatan antara pembangkit dan petani. Energi bukan lagi hanya soal teknologi, tapi juga kolaborasi sosial,” kata Iwan.
Aplikasi ini tersedia dalam bentuk web dan mobile, memungkinkan akses bagi seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasok. Petani mitra maupun mandiri dapat memasukkan data melalui ponsel, sementara Sub-Hub melakukan validasi data via dasbor web. Tim pusat PLN EPI kemudian memantau seluruh proses untuk menjamin kelancaran distribusi ke pembangkit.
“Digitalisasi biomassa ini menjadi elemen penting dalam roadmap energi bersih PLN EPI, mendukung target bauran energi dan penurunan emisi karbon nasional secara berkelanjutan,” tutup Iwan.
