Listrik Indonesia | Kenaikan harga emas dunia semakin terasa signifikan. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan sejumlah faktor yang menjadi pemicu lonjakan ini.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa naiknya harga emas berkaitan erat dengan melemahnya kepercayaan global terhadap salah satu mata uang utama dunia. Situasi tersebut membuat emas kembali dilirik sebagai aset aman.
"Ketika kepercayaan global terhadap mata uang tertentu menurun, investor cenderung mengalihkan dananya ke instrumen yang lebih stabil seperti emas," ujar Tri dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta, Selasa (6/5).
Tri juga mengungkapkan bahwa mayoritas emas di dunia sekitar 70 persen disimpan sebagai cadangan devisa negara, sementara hanya 30 persen yang benar-benar tersedia untuk diperjualbelikan di pasar. Keterbatasan pasokan inilah yang ikut menekan ketersediaan emas di pasar terbuka, sehingga memicu lonjakan harga.
“Emas yang beredar di pasar itu sebenarnya hanya sekitar 30 persen, sisanya disimpan sebagai cadangan. Kini harga emas bahkan telah melewati angka US$ 3.200, bahkan mendekati US$ 3.500 per troy ounce. Kalau dikonversi, per gram bisa menyentuh hampir Rp2 juta,” tambahnya.
Laporan Bank Dunia yang dirilis April 2025 turut menguatkan tren ini. Dalam laporan tersebut, harga logam mulia termasuk emas dan perak diprediksi akan tetap tinggi hingga 2026, setelah mencetak rekor pada tahun sebelumnya.
Bank Dunia memperkirakan harga emas tetap berada di atas 150 persen dari rata-rata harga periode 2015–2019. Emas kini semakin dianggap sebagai aset lindung nilai (hedging) yang aman di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Tak hanya emas, harga perak juga mengalami penguatan, meski permintaan industri terhadap logam tersebut menunjukkan penurunan. Perak kini juga mulai difungsikan sebagai instrumen pelindung nilai oleh sebagian investor.
