Listrik Indonesia | PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung kemandirian energi nasional. Di tahun 2025 ini, perusahaan menargetkan peningkatan kapasitas terpasang hingga 1 Gigawatt (GW) melalui serangkaian langkah investasi strategis dan optimalisasi aset.
Direktur Keuangan PGE, Yurizki Rio, menjelaskan bahwa fokus utama perusahaan saat ini adalah mendorong pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan seiring dengan tetap patuh pada kebijakan dan regulasi pemerintah, termasuk inisiatif kebijakan perpajakan. “Kami mengalokasikan strategic expenses untuk mendukung lompatan pertumbuhan ke depan. Meski ada kenaikan biaya produksi dan keuangan, langkah ini diambil secara terukur dan tetap berada dalam batas anggaran yang telah diantisipasi,” ujarnya.
Kenaikan Biaya Terukur, Demi Peningkatan Return dan Efisiensi Pajak
Yurizki memaparkan bahwa peningkatan biaya produksi sebesar 1,5 juta dolar AS—sekitar 3% dibanding periode sebelumnya—utamanya disebabkan oleh beban depresiasi dan peningkatan kebutuhan tenaga kerja. “Kenaikan ini sangat berkaitan dengan aktivitas pengeboran dan pemeliharaan sumur tahun lalu, serta percepatan pembangunan aset. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan Return on Asset (ROA) dan menciptakan penghematan pajak,” tambahnya.
Biaya keuangan pun meningkat, namun lebih disebabkan oleh reklasifikasi pencatatan sesuai PSAK 223, di mana beban bunga selama konstruksi kini harus dicatat dalam laporan laba rugi, bukan lagi sebagai aset. Proyek Hululais 110 MW menjadi salah satu contoh, di mana pembangunan steam field-nya telah selesai, menandai kemajuan signifikan menuju target COD di 2027.
Kinerja Operasional Kuat, Tantangan Eksternal Jadi Fokus Antisipasi
Hingga kuartal I 2025, EBITDA PGE tercatat sebesar 84 juta dolar AS dengan margin 83%, merefleksikan kekuatan fundamental bisnis. Namun, laba bersih tercatat sebesar 31 juta dolar AS, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 47 juta dolar AS. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kerugian selisih kurs yang belum direalisasi akibat fluktuasi nilai tukar yen terhadap dolar AS.
“Meski ini merupakan non-cash expense, kami telah menyusun strategi hedging untuk meredam dampak volatilitas nilai tukar ke depan,” tegas Yurizki.
Optimisme PGE tetap tinggi. Dua proyek utama siap memberikan tambahan kapasitas: Unit 2 Lumut Balai (55 MW) yang akan on-stream paling lambat awal Juli, serta sumur make-up di Ulubelu (30–35 MW) yang akan beroperasi mulai Mei. “Kami yakin target output 4.930 GWh tahun ini dapat tercapai,” katanya.
Hadapi Ketidakpastian Global dengan Strategi Tiga Pilar
Menjawab tantangan ketidakpastian global, termasuk perang tarif dan gejolak geopolitik, PGE mengusung strategi adaptif melalui tiga pendekatan: localize smartly, diversify financing sources, dan drive innovation to lower costs.
Salah satu inisiatif lokal yang dijalankan adalah pengembangan pembangkit cogeneration 230 MW dengan rencana memproduksi komponen penting seperti heat exchanger di dalam negeri. Ini diyakini dapat menekan ketergantungan impor serta mempercepat waktu pembangunan dan membuka peluang insentif fiskal dari pemerintah.
Dalam hal pendanaan, PGE telah mengidentifikasi empat proyek strategis untuk didaftarkan sebagai proyek yang memenuhi syarat untuk pembiayaan konsesional dari lembaga multilateral seperti ADB dan World Bank. Dengan tenor panjang dan bunga kompetitif, pembiayaan ini diharapkan dapat meningkatkan profil kelayakan proyek.
Dari sisi teknologi, inovasi seperti binary technology dan ESP pumps diterapkan untuk menurunkan biaya investasi per megawatt, yang semula berkisar 5,5 juta dolar AS menjadi hanya 3–3,5 juta dolar AS.
